Tim Ekskavasi Dinas Kebudayaan Provinsi DI Yogyakarta (Disbud DIY) menemukan tiga titik lokasi benteng sisi selatan peninggalan Keraton Pleret, Bantul, dari kisaran tahun 1648. Lokasi penemuan berada di Dusun Kedaton (dua titik) dan Dusun Pungkuran (satu titik).
Tim bahkan menemukan batu andesit besar, diperkirakan merupakan tangga pintu masuk selatan Keraton Pleret. Ditemukan pula sebuah batu putih berukuran sedang di lokasi sama. Batu putih tersebut merupakan atap benteng, yang dipasang di setiap sudut.
"Namun kondisi benteng sudah berantakan. Harusnya, berdasarkan sketsa yang kami dapat, tinggi benteng mencapai lima sampai enam meter," terang Rully Andriadi, Koordinator Ekskavasi Disbud DIY, pada Tribun News Jogja Selasa (3/5) siang, di lokasi temuan. Ia menjelaskan, Keraton Pleret dulu dihuni Susuhunan Amangkurat 1 yang memerintah Mataram Islam abad ke-17.
Tim beranggotakan 18 orang itu masih akan menyisir beberapa tempat lagi, terutama pada bagian timur, untuk menemukan titik-titik lokasi benteng sisi selatan Keraton Pleret. "Kami bekerja mulai 18 April hingga 24 Mei 2011. Kami berpatokan pada sketsa tahun 1889 karya arkeolog asal Belanda, Rouffaer, sketsa dari keraton Yogyakarta, dan citra satelit untuk menemukan lokasi benteng," ungkapnya.
Berdasar data literatur, total luas benteng yang kosong karena pemberontakan Trunojoyo ini 2.000 meter persegi. Berbentuk jajar genjang dengan sisi selatan dan utara sepanjang sekitar 400 meter, sedangkan sisi timur dan barat sekitar 600 meter.
Kajian menunjukkan kawasan cagar budaya Keraton Pleret memiliki nilai penting. "Skala cagar budaya Keraton Pleret masuk dalam level provinsi. Terlebih, cagar budaya ini masih memiliki keterkaitan dengan Keraton Yogyakarta," kata Rully.
Kini di bekas galian sedalam satu meter tampak susunan batu bata merah berukuran dua kali bata biasa. Susunan batu itu masih tampak teratur tetapi tak lengkap lagi. Tinggi tumpukan batu bata merah pun tidak beraturan. Menurut Rully, setelah keraton tak lagi dihuni pada tahun 1677, batu-batu bata benteng tersebut banyak diambili penduduk sekitar juga Pemerintah Belanda sempat mengambil bata benteng untuk membangun Pabrik Gula Pleret, sekitar tahun 1945.