Ribuan penambang batu karst Gunung Kidul melakukan aksi unjuk rasa di halaman Pemkab Gunung Kidul, Kamis (28/7). Massa yang datang dengan 75 truk tersebut menuntut pemerintah segera mengesahkan izin pertambangan.
Koordinator Forum Komunikasi Masyarakat Penambang Gunung Kidul, Suparmo menjelaskan warga mulai resah menambang karena izin penambangan belum disahkan. Pasalnya, bila menambang di tempat yang salah, mereka sendiri yang terkena sanksinya. “10.000 warga Gunung Kidul hidup dari batu. Lalu bagaimana kalau tidak jelas peraturannya? Kalau mau dilarang, pemerintah perlu mencarikan solusi pekerjaan bagi kami,” paparnya.
Aksi unjuk rasa ini kemudian dilanjutkan dengan mediasi bersama yang dilakukan Muspida Kabupaten Gunungkidul dengan wakil penambang yang berjumlah 10 orang. Dalam kesempatan tersebut, Bupati Gunung Kidul Badingah mengatakan bahwa 18 Juli 2011 kemarin, pihaknya telah mengesahkan Perda RT/RW Nomor 6 Tahun 2011 tentang Kawasan Peruntukan Pertambangan. Kawasan pertambangan yang diperbolehkan berjumlah 9 tempat.
“Sembari menunggu keputusan final dari pemerintah, kami menggunakan Perda tersebut untuk para penambang,” jelas Badingah. Ia juga akan meminta izin pemerintah pusat terkait pemanfaatan gumuk atau gunung batu sebagai solusi alternatif bagi penambang.
Sementara itu, Kabid Geologi Lingkungan badan Geologi Nasional Kementerian ESDM, Rudy Suhendar mengatakan, terhdap kawasan karst Gunungkidul memang tidak semuanya dilindungi. Gua yang dilindungi adalah gua yang unik, memiliki nilai arkeologi, serta memiliki struktur karst yang bagus seperti stalagmit dan stalaktit.
Menanggapi aksi unjuk rasa penambang tersebut,Rudi mengatakan bahwa Perda yang dikeluarkan sudah dikaji sebelumnya dengan matang. “Pemerintah Gunungkidul pasti sudah memetakan daerah mana yang boleh atau tidak diperbolehkan ditambang. Karena nantinya, kawasan karst Pegunungan Sewu ini akan menjadi salah satu kawasan konservasi,”ungkapnya
Dirinya berharap, untuk mengatasi persoalan karst di Gunung Kidul, hendaknya pemerintah setempat dan masyarakat saling melakukan dialog bersama membicarakan alternatif pekerjaan lain.