Perlakuan Anak Jalanan di DIY Memprihatinkan

By , Rabu, 3 Agustus 2011 | 14:49 WIB

Perlakukan terhadap anak jalanan di Yogyakarta dinilai masih sangat memprihatinkan. Banyaknya  larangan dari Peraturan Daerah (Perda) bagi anak jalanan tidak diimbangi dengan solusi pemberdayaannya. Pelaksanaan Perda anak jalanan pun dinilai tidak tepat sasaran.
Pernyataan ini ditegaskan oleh Staff Sipil Politik Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta Hamzal Wahyudin saat konferensi pers tentang aduan Komunitas Rumah Keong yang mendapat perlakukan kekerasan dan intimidasi dari lembaga sosial Hafara yang merupakan mitra Dinas Sosial Kabupaten Bantul.
“Larangan mengamen, larangan berjualan di lampu merah, dan berbagai larangan dikeluarkan untuk anak jalanan. Namun pemerintah sendiri belum secara maksimal mengeluarkan solusi yang baik untuk memberdayakan mereka,” ungkapnya di Kantor LBH DIY, Rabu (3/4) kemarin. Hamzal menuntut adanya solusi efektif dan efisien dalam pendayagunaan anak jalanan. "Anak jalanan diberi sebuah wadah untuk berkreativitas dan nantinya bisa digunakan untuk mencari uang," tegasnya.
Sementara itu, terkait dengan aduan tindak kekerasan dan intimidasi dari mitra Dinas Sosial, Dicky menceritakan bahwa tindakan terjadi sekitar tanggal 26 Juli 2011. Saat itu sekitar enam anak jalanan dari komunitas diangkut paksa oleh lembaga sosial Hafara. “Mereka memukuli kami, mengancam, dan memaki dengan kata-kata kasar,” ungkap Rizky yang mengaku dipaksa tinggal di rumah singgah lembaga sosial Hafara.
Anak jalanan lain bernama Agus pun menerima perlakukan yang sama. Bahkan ia sempat dilempar dengan  asbak kayu ke bagian muka lantaran dirinya meminta pekerjaan. Keduanya mengaku trauma dengan tindakan kekerasan tersebut sehingga mereka berjanji tidak akan mengikuti program pemberdayaan yang dilakukan Hafara.
Komunitas Rumah Keong memiliki anggota sekitar 15 orang. Saat ini mereka tinggal di emperan rumah di kawasan jalan lingkar luar Yogyakarta bagian selatan. Setiap harinya mereka hanya mengamen di perempatan lampu merah Jalan Parangtritis dan bus umum. Hingga saat ini, tidak aktivitas lain seperti bekerja layak ataupun sekolah yang dilakukan oleh komunitas ini.
Kepala Divisi Advokasi LBH Yogyakarta Syamsudin Nurseha menjelaskan hak anak jalanan memiliki hak konstitusional untuk mendapatkan perlindungan yang aman dari negara. Menurut Syamsudin, intimidasi dan kekerasan anak jalanan ini adalah wujud kelalaian negara dalam memberikan perlindungan. Inilah bukti bahwa ketidakadilan masih banyak terjadi di Indonesia.
“Kami akan melaporkan kasus ini kepada pihak kepolisian dan Dinas Sosial Bantul. Kami pun akan mengevaluasi program anak jalanan dari Dinas Sosial yang ditujukan pada anak jalanan,” paparnya.