Patahan yang menghancurkan jalan di bawah waduk PLTA Cirata, Jawa Barat, tergolong rawan dan perlu diwaspadai. Hal ini diungkapkan oleh Pusat Survei Geologi.
"Gempa mikro di daerah ini umumnya dangkal, kurang dari 10 kilometer. Ini berkaitan dengan pengaktifan kembali patahan bermekanisme gerak patahan naik, geser, dan turun," jelas Asdani Soehaemi, peneliti pada Pusat Survei Geologi, Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.
Berdasarkan hasil penelitian Puslitbang Geologi, kondisi ini berpeluang menimbulkan gempa bumi berkekuatan 7 MS (Magnitude Surface, identik dengan Skala Richter) dalam waktu 80 tahun. "Pemantauan kegempaan secara periodik perlu dilakukan," Asdani mengutarakan.Di lajur Padalarang, antara Saguling dan Cirata, pernah terjadi gempa tahun 1910. Tanggal 27 September dan 9 Oktober 1985, terjadi lagi gempa di kawasan ini dan terasa di Bandung. Pada 15 April 2005, terjadi lagi gempa di Gunung Halu, selatan Saguling, berkekuatan 4,3 SR dengan kedalaman 5 kilometer. Gempa ini merusak rumah penduduk.Pada pertengahan Desember 2010, tanah di bawah lajur Padalarang antara Saguling dan Cirata mengalami retakan. Retakan sepanjang 5 sampai 15 sentimeter itu terjadi di beberapa tempat, mengakibatkan sebagian ruas badan jalan anjlok. Rawan semakin bertambah karena beberapa bendungan terletak pada lajur patahan aktif ini. Waduk-waduk itu termasuk Waduk Cirata dan Saguling di hulu, serta Waduk Jatiluhur di hilir, yang menyediakan energi untuk PLTA pemasok listrik jaringan interkoneksi Pulau Jawa-Bali.