Limbah kulit ikan ternyata memiliki potensi yang cukup besar dalam industri kulit.
Limbah ini mampu menjadi bahan bahan baku kulit alternatif untuk mencukupi kekurangan bahan baku kulit di Indonesia.
Potensi limbah kulit ikan ini akhirnya ditangkap oleh tiga mahasiswa UGM, Putu Ary Dharmayanti, Arsis Rudianto dan Luqman Hakim untuk mengembangkan usaha penyamakan kulit ikan dari limbah kulit ikan. Limbah kulit ikan ini diperoleh diperoleh dari 23 sentra industri fillet ikan di Beno Bali yang kurang dimanfaatkan optimal.
Putu Ary menjelaskan kulit ikan bisa digunakan sebagai bahan baku alternatif berbagai produk kulit digemari oleh masyarakat. “Saat ini baru sekitar 30 persen kebutuhan kulit dunia yang dapat terpenuhi. Sementara untuk Indonesia sendiri malah baru 20% yang bisa dipenuhi,” paparnya di Gedung Stana Parahita UGM, Kamis (11/8).
Usaha penyamakan kulit ikan yang dilabeli Skinny Fish “Gold Leather Innovation” ini memanfaatkan tiga jenis limbah kulit ikan yaitu kulit ikan kakap, tuna, dan mahi-mahi. Pemilihan jenis ikan didasarkan atas ketersediaan bahan serta karateristik kulit ikan. Kulit kakap misalnya, memiliki permukaan kulit/nerf dari bekas sisik berbentuk bulat dengan ukuran sedang yang sangat eksotik,serta serat menyerupai kulit ular.
Produksi kulit ikan samak dilakukan dengan metode penyamakan sintetis dan nabati. Proses penyamakan kulit dimulai dengan menghilangkan kotoran dan sisik ikan, mengurangi serat dan air lalu menambahkan bahan penyamak sintetis dan nabati. Setelahnya, kulit ikan dijemur dan diwarnai. Proses pewarnaannya pun memiliki dua jenis metode, yaitu proses bleaching (meratakan pigmen warna kehitaman di dekat sisik ) dan produksi tanpa proses penghilangan pigmen warna
Produk samak kulit ikan telah dipasarkan sejak Desember 2010 silam secara online. Untuk samak kulit ikan maha-mahi dipasarkan Rp15.000/lembar, kakap Rp 20 ribu/lembar, dan ikan tuna dipasarkan 25 ribu untuk ukuran 15 cm X 30 cm.
Luqman Hakim menambahkan produk masih dijual berdasar pesanan. Produksi pun masih dilakukan manual dan satu kali produksi menghasilkan 100 – 125 lembar.
“Mengingat banyaknya permintaan pesanan yang belum terpenuhi kami menggunakan mesin dalam proses produksi. Dengan menggunakan mesin mampu 400 lembar dalam satu kali produksi,” paparnya.
Sementara itu, ide kreatif dari usaha penyamakan ini berhasil meraih medali emas dalam PIMNAS XXIV di Universitas Hasanuddin, Makasar, Juli lalu.