Masalah Kesehatan Mental di Indonesia Memprihatinkan

By , Selasa, 13 September 2011 | 13:39 WIB

Masalah kesehatan mental di Indonesia memprihatinkan. Tingginya angka prevalensi gangguan jiwa tidak diimbangi dengan tersedianya jumlah profesi yang menangani dan fasilitas pelayanan yang memadai. Guru Besar Fakultas Psikologi UGM, Sofia Retnowati memaparkan, dari jumlah penduduk Indonesia sekitar 241 juta jiwa pada 2011 ini,  jumlah psikiater hanya 600 orang dan jumlah psikolog klinis hanya sekitar 365 orang. Dirinya melanjutkan, ketidakseimbangan kapasitas layanan kesehatan jiwa ini mengindikasikan tingginya treatment gap. "Permasalahan kesehatan jiwa ini menyebabkan penderitaan yang berkepanjangan bagi individu, keluarga, masyarakat, dan negara," paparnya. Menurut Sofia, salah satu strategi yang harus dilakukan adalah dengan memasukkan layanan kesehatan jiwa ke pelayanan primer, atau di Indonesia dikenal dengan nama Puskesmas. Caranya adalah dengan menempatkan psikolog di Puskesmas-Puskesmas. Sementara ini, di DIY sendiri sudah dilakukan di Kabupaten Sleman dan perlu pengembangan lebih lanjut di seluruh kota/kabupaten di Provinsi DIY bahkan provinsi di seluruh Indonesia. Keberhasilan pelayanan psikologis ini, tambah Sofia, ditentukan oleh jalinan komunikasi yang baik antara psikolog dengan petugas medis lainnya. Sayangnya, hal yang kerap kali menjadi kendala adalah perbedaan budaya antara pelayanan media dan psikologis. "Untuk meningkatkan kolaborasi ini, psikolog harus mampu beradaptasi dengan tim kesehatan lainnya. Selain itu psikolog perlu membangun pola pikir kolaboratif agar menghemat waktu dan tenaga dalam melayani pasien," ungkapnya. Psikolog juga dituntut untuk menyesuaikan proses penilaian dan intervensi dengan kebutuhan di pelayanan primer serta mampu berkomunikasi secara verbal maupun nonverbal secara efektif dan efisien.