UMY Ciptakan Sistem Sel Surya Rumahan

By , Minggu, 18 September 2011 | 12:48 WIB

Keprihatinan adanya impor teknologi sel surya (solar cell) dari China, Belanda, dan Jepang berhasil memicu lima mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta untuk menciptakan teknologi baru berbasis tenaga surya. Solarcell Home System (SHS), begitulah namanya. Alat yang diciptakan khusus untuk Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) ini mampu menjadi energi cadangan di kala listrik padam dan meningkatkan produksi UMKM. “Bahan baku pembuatan solar cell di Indonesia sangat berlimpah. Ironisnya bahan baku itu malah diekspor ke negara lain bukan digunakan untuk membuat teknologi surya sendiri,” papar Ilham Lutfil Anam, salah seorang peneliti. Ide pembuatan teknologi ini bermula dari pemadaman listrik bergilir yang sering terjadi di Yogyakarta. Pemilihan sasaran uji coba pada UMKM karena memiliki dampak terbesar pada pemadaman listrik tersebut. Produktivitas kerja menurun hingga menyebabkan kerugian omset. Bersama keempat rekannya, Adi Wahyudianto, Afief Amrullah, M. Sholeh Masnawan, dan Fikri Ali Nawawi, Ilham membuat SHS atau Sistem Listrik Surya Skala Kecil. Alat ini akan menampung sinar ultraviolet yang menyebabkan sebuah reaksi kimia. Untuk bisa menjadi energi cadangan, arus searah (DC) yang dihasilkan dari solar cell akibat reaksi kimia tadi dihubungan dengan sebuah pengatur muatan (Solar Charge Regulator/SCR). SCR akan berfungsi sebagai lalu lintas listrik antara panel surya dan baterai aki. Keluaran dari SCR dihubungkan dengan pembalik arus untuk menghasilkan listrik AC. Arus AC pun akan bekerja dengan Automatic Transfer Switch (ATS) yang tersambung dengan listrik PLN. 

“Kalau listrik mati, saklar dari ATS akan bekerja secara otomatis. Pelaku UMKM tetap akan bekerja tanpa khawatir listrik padam. SHS ini mampu menghasilkan energi 200 watt jam per hari,” tambahnya.  Alat ini memiliki kelebihan ketimbang generator set (genset). Alat ini tidak membutuhkan bahan bakar sehingga ramah lingkungan. Dari segi biaya operasional dan perawatan pun lebih murah. Dalam jangka waktu 20 tahun, solar cell hanya menekan biaya 8 juta, sedangkan genset menekan biaya 20 juta. Saat ini SHS sudah digunakan di industri konveksi di Jepara. Menurut Ilham, UMKM belum banyak tertarik karena pembuatan solar cell ini lebih mahal ketimbang genset. Harganya adalah Rp5 juta, sedangkan genset hanya berkisar 2,5 juta.