Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) keluar dari keanggotaan Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO). Sebelum mundur dari keanggotaannya di RSPO, GAPKI duduk sebagai Dewan Eksekutif di dalam RSPO mewakili produsen kelapa sawit, sehingga secara langsung GAPKI menyuarakan kepentingan pelaku usaha sawit Indonesia dalam keanggotaan RSPO.
Menanggapi keluarnya GAPKI, organisasi lingkungan WWF-Indonesia menyayangkan hal tersebut. “Keluarnya GAPKI dari RSPO bisa dibaca oleh pasar sebagai langkah yang kontraproduktif, yang pada akhirnya merugikan citra Indonesia,” kata Nazir Foead, Direktur Konservasi WWF-Indonesia.
“WWF mendorong agar pelaku usaha dan produsen yang telah menjadi anggota RSPO tetap menjadi anggota RSPO, dan kami memberikan apresiasi kepada mereka, juga kepada konsumen yang sudah berkomitmen mempromosikan kelapa sawit berkelanjutan di tingkat lokal dan pasar global. WWF juga mendukung berbagai upaya yang dilakukan para pemilik konsesi kebun sawit untuk sertifikasi kebun mereka, sebagaimana disyaratkan bagi semua produser dalam keanggotaan RSPO,” tambah Nazir. Menurutnya, dalam jangka panjang, WWF berharap mayoritas produser minyak sawit akan menjadi anggota RSPO dan bergerak menuju produksi minyak sawit yang tersertifikasi. Ini akan memberikan kontribusi bagi pembangunan pro-growth, pro-job dan pro-green.
RSPO adalah skema sertifikasi kelapa sawit yang paling diakui oleh pasar dan memenuhi standar global kelestarian lingkungan, dan merupakan satu-satunya wadah atau asosiasi nonprofit yang menyatukan berbagai pihak dalam sektor industri sawit berkelanjutan, mulai dari produser kelapa sawit, pemroses, pedagang atau manufaktur, peritel, bank dan investor hingga LSM atau masyarakat madani. Saat ini keanggotaan RSPO di Indonesia mencakup 46 perusahaan produsen kelapa sawit, yang beberapa di antaranya memiliki kebun sawit bersertifikat sesuai standar pengelolaan perkebunan kelapa sawit berkelanjutan yang diterapkan RSPO.
Standar RSPO mencakup persyaratan pelindungan area bernilai konservasi tinggi (High Conservation Value/HCV) yang menurut WWF merupakan indikator kunci diterapkannya prinsip keberlanjutan pada industri minyak sawit.
Dalam pernyataannya kepada media, GAPKI mengatakan bahwa keputusan untuk mundur dari RSPO dimaksudkan untuk mendukung Indonesian Palm Oil Standard (ISPO), sebuah skema pengembangan minyak sawit berkelanjutan yang diwajibkan oleh pemerintah Indonesia kepada pelaku usaha sawit.
Menurut Irwan Gunawan, Manajer Program Transformasi Pasar WWF Indonesia, sistem atau mekanisme yang diterapkan ISPO tidak berkompetisi atau bertentangan dengan RSPO, di mana standar yang diterapkan RSPO bekerja melampaui hal-hal yang diwajibkan secara legal (beyond legal compliance) dan dikembangkan atas dasar konsensus yang melibatkan berbagai pihak, termasuk GAPKI.“WWF meminta agar pengembangan kelapa sawit hanya dilakukan pada lahan-lahan yang terlantar atau terdegradasi, dan bukan dengan mengorbankan hutan alam atau lahan gambut sehingga menyebabkan hilangnya keanekaragaman hayati dan daya dukung kehidupan. Dengan mengakomodir aspek-aspek lingkungan dan sosial, termasuk pengambilan keputusan yang melibatkan masyarakat lokal dan penduduk asli, WWF meyakini bahwa pelaku usaha juga dapat melakukan peningkatan produktivitas untuk memenuhi target produksi,” tambah Irwan.