Segitiga Terumbu Karang (Coral Triangle), sebuah warisan bahari dunia ini bergelimang dengan keanekaragaman hayatinya.
Terpaan cahaya mentari di Khatulistiwa, suhu laut yang hangat, dan arus laut telah membentuk Segitiga Terumbu Karang sebagai tempat persemaian ikan dan spesies laut untuk bertelur dan tumbuh dewasa, sebelum mereka berkelana di seluruh dunia. Tak kurang 76 persen spesies terumbu karang dunia, enam dari tujuh spesies penyu dunia, dan 2.228 spesies ikan karang bersemayam di kawasan seluas enam juta kilometer persegi ini. Spesies laut lainnya seperti paus, lumba-lumba, ikan duyung, hingga hiu paus si ikan terbesar di bumi turut meramaikan wilayah ini. Besar kemungkinan ikan tuna yang ditemui di pasar hingga di meja makan kita berasal dari Segitiga Terumbu Karang karena di sinilah sumber utama tuna dunia.
Namun, kini Segitiga Terumbu Karang mengalami ancaman kerapuhan mahadahsyat dari dinamika ekonomi negara-negara di sekililingnya, dan diperburuk dengan perubahan iklim. Lebih dari 120 juta orang hidup bergantung pada sumber daya kelautan di wilayah itu. Tingginya permintaan makanan laut telah menyebabkan ikan tuna dan ikan karang lainnya ditangkap dalam jumlah besar, bahkan lebih besar daripada kemampuan ikan-ikan tersebut berkembang biak. Tak sedikit pula yang ditangkap dengan cara yang tidak lestari.
Indonesia diharapkan mempunyai peran strategis dalam mendorong suksesnya upaya konservasi di Segitiga Terumbu Karang mengingat kawasan perairan Indonesia adalah yang terluas di perairan lintas negara tersebut. “Semua bermula dari Indonesia,” ungkap Lida Pet-Soede sambil menunjuk peta wilayah negara ini, “Namun, hasilnya tidak hanya penting bagi Indonesia, melainkan juga dunia.” (Mahandis Y. Thamrin/NGI)