Teknologi alat-alat pertanian tidak hanya dibutuhkan, digunakan oleh industri pertanian besar melainkan juga pada level petani gurem.
Helianti Hilman, Direktur Eksekutif Kampung Kearifan Indonesia menyoroti soal penerapan teknologi di kalangan akar rumput ini dalam forum "Voice of Industry" yang menjadi salah satu rangkaian pembukaan LIPI Expo 2011, Senin (7/11) kemarin di Bidakara, Jakarta Selatan.
LIPI Expo 2011 digelar 7-9 November dengan tema-tema penelitian seputar keanekaragaman hayati untuk pembangunan pangan, obat-obatan, dan kesehatan.
"Memang betul petani gurem berdaya beli rendah, tapi di sisi lain pangsa pasarnya luar biasa. Secara jumlah sangat banyak," kata Helianti.
Menurut wanita yang sekaligus merupakan pendiri dari Kampung Kearifan Indonesia tersebut, karakteristik pasar petani gurem ini akses terhadap teknologi serta mengandalkan kearifan lokal.
"Jadi harus (teknologi) yang gampang dipakai, gampang dipelihara, bersifat tahan panting. Tidak perlu dalam kapasitas besar. (Untuk) merk mereka tidak terlalu peduli," jelasnya. Penyesuaian dengan karakter pasar demikian akan efektif, ungkapnya, membuat petani mau dan mampu membeli alat teknologi.
Kini komunitas petani yang ia bina telah terdorong menggunakan inovasi teknologi guna memaksimalkan hasil pertanian. "Beberapa produk memakai teknologi yang bekerja sama dengan LIPI. Banyak sekali teknologi bagus di Indonesia. Beberapa produk juga sudah kami pasarkan hingga ke luar," tambahnya.
Dirinya optimis, petani Indonesia bisa menguasai pasar pangan dunia dengan keragaman pangan yang baik, sehat, serta unik.
Haris Nugroho, pengusaha Gudeg Bu Tjitro juga mengakui usaha gudegnya kian berkembang setelah menggunakan teknologi UPT LIPI berupa pengalengan gudeg. "Sebab produk semacam ini mulai jadi tuntutan pasar pula. Dengan pengalengan gudeg tahan sampai satu tahun, tanpa bahan pengawet," tuturnya. Ia setuju bahwa, "Dewasa ini teknologi-teknologi tepat guna pun diperlukan bagi usaha kecil dan menengah atau bisnis-bisnis mikro."