LIPI Dorong Upaya Rehabilitasi Terumbu Karang Lewat "Blogging"

By , Kamis, 24 November 2011 | 17:27 WIB

Keadaan terumbu karang pada saat ini memprihatinkan, oleh karena kerusakan alam maupun akibat ulah manusia yang membahayakannya. Hal ini menggugah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mempelopori Program Rehabilitasi dan Pengelolaan Terumbu Karang atau disingkat Coremap (Coral Reef Rehabilitation and Management Program). Salah satu implementasi untuk menumbuhkan kesadaran akan terumbu karang ini dilakukan melalui kegiatan reguler dengan cara "ngeblog".

Desain Coremap dalam tiga fase, yaitu fase inisiasi, fase penyadaran masyarakat, serta yang ketiga merupakan fase berupa kelembagaan. Menurut Deputi Ilmu Pengetahuan Kebumian (IPK) LIPI, Dr. Ir. Iskandar Zulkarnain, Coremap saat ini telah memasuki tahap akhir Fase II yang berakhir pada tahun 2011.

“Salah satu kegiatan yang dilakukan Bidang Edukasi Coremap adalah menggalang upaya peningkatan pengetahuan dan kepedulian masyarakat akan pentingnya pelestarian terumbu karang,” paparnya.

Perwujudan upaya dilakukan kegiatan Forum Komunikasi Masyarakat Pecinta Terumbu Karang (Forkom Matabuka) yang mewadahi para pecinta terumbu karang, termasuk para remaja setingkat sekolah menengah atas untuk menyalurkan ide, aspirasi dan inovasi guna penyelamatan terumbu karang.

Kegiatan dilakukan reguler sejak tiga tahun lalu dan saat ini yang difokuskan pada pembuatan, pengemasan, dan pengisian blog. "Lewat dunia maya dapat mendorong masyarakat, terutama generasi muda, untuk beradu pendapat, berbagi ide-ide orisinal serta kepekaan terhadap apa saja yang terjadi di sekelilingnya bagi kelestarian sumber daya alam, terutama terumbu karang. Harapannya blogger muda bisa lebih aktif, efektif membantu pelestarian terumbu karang,” pungkas Iskandar.

Laut Indonesia memiliki luas terumbu karang terbesar di dunia, yakni 15 persen dari seluruh terumbu karang seluruh laut di bumi ini. Namun data tahun 2010 menyebut luas terumbu karang Indonesia hanya tinggal 19.500 kilometer persegi.

“Jumlah itu didapatkan bukan lewat digitisasi. Memang, jumlah itu selisih jauh dengan hasil estimasi sebelumnya. Namun jumlah tersebut dikatakan belum mencakup deep coral,” tutur Kepala Puslit Osenografi LIPI, Dr. Ir. Zainal Arifin.