Negara-negara kaya di dunia seperti Amerika Serikat, Jepang, dan beberapa negara di Eropa menjanjikan kucuran dana untuk negara-negara miskin. Tujuannya untuk mempermudah negara yang kurang beruntung untuk mengatasi perubahan iklim.Namun, para negara kaya hanya ingin memberi dengan pendanaan berjangka pendek. Sedangkan kemungkinan dana jangka panjang masih diragukan. Menurut Seyni Nafo sebagai juru bicara Grup Afrika dalam Konferensi Para Pihak tentang Perubahan Iklim (COP 17 UNFCCC), dana jangka pendek menimbulkan masalah."Keuangan jangka pendek memiliki kendala dalam hal transparansi dan memastikan jika dananya masih baru," ujar Nafo, Jumat, (2/12).Negara kaya menjanjikan bantuan senilai US$30 miliar di akhir tahun 2012. Tapi keraguan muncul mengenai kemampuan negara donor untuk meningkatkan dukungan menjadi US$100 miliar di tahun 2020. Dalam COP 17 UNFCCC yang berlangsung di Durban, Afrika Selatan, diperkirakan akan ada 190 negara yang menandatangani Dana Iklim Hijau. Namun, dana berjangka panjang ini diragukan bisa terkucur mengingat beberapa negara kaya tengah dihantam badai ekonomi.Saat ini, Jepang tercatat sebagai negara donor terbesar dengan US$12,5 miliar dari US$15 miliar yang dijanjikan. Sedangkan Amerika Serikat dan Uni Eropa mengklaim sudah mendonorkan dana sebesar US$5,1 miliar dan US$6,3 miliar dalam kurun dua tahun. (Sumber; Al Jazeera)