Riset bioteknologi bidang rekayasa genetika tanaman pangan mendesak dilakukan saat ini. Pasalnya, ancaman kemiskinan dan kelaparan dunia akan terjadi pada 2050 mendatang. Koordinator Asia bidang Program Keamanan Hayati, Dr. Julian Adams, mengatakan perlu adanya pengembangan bioteknologi tanaman pangan yang mampu untuk meningkatkan hasil dan pendapatan usaha tani global. Serta mengurangi emisi karbon dan penggunaan pestisida. Di masa depan, lanjutnya, diperlukan varietas tanaman yang memiliki ketahanan terhadap toleransi panas. Termasuk varietes transgenik dengan toleransi terhadap perubahan ozon (O3) dan tingkat CO2 yang tinggi. Dia menyebutkan, jenis varietas rekayasa genetik perlu memiliki toleran terhadap kekeringan, banjir, dan salinitas. Jenis tanamannya seperti tebu, jagung, gandum, beras, dan kapas. " Pemanasan global sangat mempengaruhi hasil panen padi. Peningkatan 1 derajat celcius suhu di waktu malam mengakibatkan kerugian pada hasil panen sebesar 10%," kata Julian dalam kuliah umum ‘Rekayasa Genetika Tanaman’ di gedung Sekolah Pascasarjana UGM, Selasa (6/12). Namun, yang perlu dikhawatirkan terhadap pemanasan global, kata Julian, adalah ancaman mencairnya es di kutub yang akan menyebabkan kenaikan permukaan laut. Ini juga bisa mengancam keberadaan 4.000 pulau di Indonesia.