Penelitian Dasar Berjarak dari Praktik Klinis

By , Kamis, 12 Januari 2012 | 08:31 WIB

Lagi-lagi, riset ilmu kedokteran aplikatif mencuat sebagai wacana. Kali ini oleh peneliti senior Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Prof. dr. David Handojo Muljono. Adanya kesenjangan dalam hal penelitian serta praktik di bidang klinis inilah yang sangat perlu dijembatani.

David, dalam orasi ilmiah di auditorium Lembaga Eijkman, Jakarta (11/1), mengemukakan bahwa ilmuwan harus mencurahkan perhatian, waktu, dan kapasitasnya pada riset ilmu yang mendasar sekali, sehingga kehilangan kontak dengan pasien serta para klinisi.

Sementara di sisi lain, kompleksitas riset ilmu dasar tersebut pun menyulitkan klinisi untuk memahami dan menerapkannya sebagai pedoman penanganan berbagai masalah kesehatan.

"Revolusi di bidang biologi molekuler berkembang dengan cepat, memicu riset ilmu dasar yang dituntut sampai ke tingkat molekul dan interaksi. Namun ini berdampak menjauhkan temuan riset (kedokteran) dari pengobatan penyakit," katanya.

Padahal, masih menurut David, riset ilmuwan Indonesia paling diharapkan berkontribusi terhadap pengetahuan ataupun pemecahan problem medis. Kondisi sekarang, para klinisi atau dokter justru mencari dan menggunakan hasil riset medis dari luar untuk itu. Ia kembali menyerukan untuk membangun kapasitas riset kedokteran yang terintegrasi, mempertemukan dua bidang ini.

"Kontribusi riset didalam membangun kesehatan manusia berasal dari 2 bidang. Yakni ilmu dasar yang menciptakan pengetahuan sebagai dasar pengembangan teknologi diagnostik, pencegahan, dan pengobatan penyakit. Kedua adalah ilmu kedoketeran klinik yang mengevaluasi dan memanfaatkan pengetahuan dari poin satu," ujar David.