Djiwo Diharjo (77), warga Dusun Banyusumurup, Desa Girirejo, Kecamatan Imogiri, Bantul, Yogyakarta, tak menyangka bakal mendapatkan penghargaan upakarti dari Presiden Susilo Bambang Susilo Yudoyono, pada 5 Januari 2012 lalu, di Istana Negara.Penghargaan untuk para pembuat keris ini diterimanya sebagai bentuk ucapan terima kasih dalam hal pelestarian budaya bangsa. "Saya sangat bangga bisa turut melestarikan pusaka Jawa ini. Hingga kapanpun, menjadi Empu keris akan tetap saya lakoni," ujarnya di Imogiri Bantul, Rabu (1/2). Djiwo menjadi empu keris sejak tahun 1952. Kemampuannya ini diturunkan langsung oleh Empu Supondriyo dari Kerajaan Majapahit. Djiwo yang menjadi keturunan ke-19 dari Empu Supondriyo ini, mengatakan bahwa membuat keris merupakan pekerjaan wajib yang harus dilakoni sebagai bentuk menghormati budaya leluhur. "Karena itu adalah tanggungjawab, saya pun menjadi pelopor berdirinya desa keris di Banyusumurup ini. Dan saat ini, saya sudah bisa menurunkan seni membuat keris pada puluhan perajin," tambahnya. Untuk membuat keris, lanjutnya, butuh waktu yang lama. Kurang lebih tujuh bulan, hanya mampu menghasilkan satu buah keris. Harganya pun relatif mahal, mulai dari Rp700.000 hingga jutaan rupiah. Keris buatan Djiwo ini digandrungi oleh banyak kalangan. Bahkan, kerisnya pun sudah melalang ke luar negeri seperti Prancis dan Belanda. "Kalau keris buatan saya berbeda dengan keris perajin lain. Di desa keris ini, hanya yang saya yang menjadi keturunan Empu Majapahit. Perajin lain hanya bisa sampai membuat aksesorisnya."Ia berharap budaya pembuatan keris ini akan terus ada hingga generasi mendatang dan menjunjung budaya Indonesia di mata dunia.