Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, Sri Sultan Hamengkubuwono X, menegaskan, perlu adanya peningkatan akulturasi seni abad 21 antara budaya Jawa dan Tionghoa (China). Sebab, akulturasi ini dinilai dapat mengokokohkan integritas bangsa. "Kebudayaan Tionghoa merupakan kebudayaan subkultur dari kebudayaan Indonesia. Mereka sudah berakulturasi dengan budaya asli sehingga menjadi kesatuan yang tak terpisahkan," ungkap Sultan ketika membuka Pekan Budaya Tionghoa di Yogyakarta, Kamis malam (2/2). Sultan menjelaskan budaya Tionghoa banyak memiliki kesamaan budaya khususnya budaya Jawa. Dia mencontohkan, tradisi Imlek atau tahun baru China juga dilakukan di Jawa dengan tradisi saat merayakan Idul Fitri. Atau tradisi angpau juga sama dengan tradisi membagi rejeki saat lebaran. Bahkan, kata Sultan, justru etnis Tionghoa banyak memberikan pengetahuan kepada bangsa Indonesia seperti berdagang, bercocok tanam, pertukangan, serta industri-industri kecil lainnya. "Masyarakat Tionghoa juga menjadi pioner masuknya agama Islam di Indonesia. Di sinilah banyak akulturasi budaya yang muncul," tandasnya. Sultan berharap, hubungan antar etnis bisa menjadi lebih baik kembali. Lewat akulturasi kesenian misalnya, diharapkan etnis Tionghoa dan Jawa dapat menghasilkan produk-produk budaya yang meningkatkan kemajuan bangsa.