Geolog, vulkanolog, dan arkeolog menegaskan bahwa tidak ada piramida di Gunung Sadahurip dan Lalakon. Teori simpang siur mengenai keberadaan piramida di kedua gunung tersebut terpatahkan dalam seminar yang diselenggarakan oleh Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) pada hari Jumat (3/2) di Museum Geologi, Bandung.
Bentuk piramida pada kedua gunung tersebut tercipta dikarenakan magma, geometri zona lemah, dan proses geomorfis alam, bukan karena adanya piramida. Hal ini dinyatakan oleh vulkanolog, Sutikno Bronto. "Selain itu, benda yang diduga sebagai prasasti bertuliskan Sunda Kuno, sebenarnya adalah lapisan mineral yang membentuk pola-pola," tambah Sutikno.
Dari segi arkeologi, Sudjatmiko yang turut menjadi pembicara mengatakan, Gunung Lalakon bukanlah piramida, melainkan kerucut gunung api kecil bentukan alam yang tersusun dari aliran lava, batuan intrusive, dan piroklastik. Menurutnya, teori yang disampaikan oleh Yayasan Turangga Seta mengenai keberadaan piramida di dalamnya tidak logis.
Yayasan Turangga Seta mengatakan bahwa piramida itu diperkirakan berumur 7500 tahun. Namun, arkeolog dari Balai Arkeologi Bandung, Luthfi Yondri, membantah pernyataan tersebut. "Dari bidang arkeologi, piramida di Gunung Sadahurip dan Lalakon belum bisa dilakukan karena teknologi pada masa itu belum mumpuni. Selain itu, piramida tidak masuk ke dalam jalur kebudayaan Indonesia," papar Luthfi.
Hingga kini, Yayasan Turangga Seta masih meminta izin untuk mengadakan penggalian lebih lanjut di kedua gunung tersebut, tetapi Sutikno memperingatkan yayasan tersebut agar waspada dalam melakukan penggalian karena ada dua tower listrik di puncak gunung. "Resiko erosi juga cukup besar, harus dicari benar titik yang tepat untuk melakukan penggalian," ungkap Sutikno.