Transplatasi Rahang Buatan dengan Printer 3D

By , Selasa, 14 Februari 2012 | 14:28 WIB

Operasi tulang rahang bawah sukses dilakukan pada seorang wanita 83 tahun. Dokter mengklaim operasi tersebut sebagai yang pertama yang menggunakan teknologi pencetak tiga dimensi untuk membuat rahang tiruan.
Pasien telah mengalami infeksi tulang kronis. Para dokter sempat khawatir jika operasi rekonstruksi akan terlalu berisiko mengingat usia pasien yang sudah terbilang uzur, dan juga teknologi yang digunakan masih baru.
Implan yang dibutuhkan merupakan organ kompleks, melibatkan persendian artikulasi, rongga tempat bertautnya otot-otot dan galur untuk mengarahkan syaraf dan pembuluh darah yang tumbuh kembali. 
Tapi ternyata, begitu selesai dirancang, hanya butuh beberapa jam untuk mencetak rahang tiruan tersebut. Rahang tiruan dibuat dari bubuk titanium yang dipanaskan dan disatukan dengan laser, lapis demi lapis. 
Para ahli menilai keberhasilan operasi tersebut memantapkan penggunaan organ tiruan spesifik yang dibuat dengan printer tiga dimensi.
Operasi didahului dengan serangkaian riset yang dilakukan oleh Biomedical Research Institute dari Hasselt University di Belgia. Rahang implan dibuat oleh LayerWise, perusahaan yang memproduksi logam untuk kebutuhan khusus.
"Segera setelah rancangan digital 3D kami terima, bagian-bagiannya secara otomatis terbagi menjadi irisan dua dimensi dan lalu semua irisan kami kirim ke mesin cetak," Ruben Wauthle, insinyur aplikasi medis LayerWise, menjelaskan.
"Teknik ini menggunakan sinar laser untuk mencairkan lapisan-lapisan tipis bubuk titanium secara berurutan untuk membentuk organ," kata Ruben.
"Teknik tesebut dilakukan berulang pada masing-masing irisan. Dibutuhkan 33 lapisan untuk memdapatkan organ setebal 1 mm, jadi bisa dibayangkan ada ribuan lapis yang dibutuhkan untuk membuat tulang rahang ini."
Begitu selesai, organ tiruan tersebut kemudian dilapisi bioceramic. Tim mengatakan operasi untuk menautkan rahang tiruan ke wajah pasien membutuhkan waktu empat jam, lima kali lebih singkat dibanding operasi rekonstruksi tradisional.
"Segera setelah sadar dari pengaruh anastesi, pasien bisa mengucapkan sejumlah kata, dan sehari setelahnya sudah bisa menelan," kata Dr Jules Poukens dari Hasselt University, yang mengepalai tim operasi.
Setelah operasi, pasien dirawat selama empat hari. Rahang barunya kini berbobot 107 gram, sepertiga lebih berat dibanding sebelumnya. Akan tetapi dokter menjelaskan bahwa pasien akan terbiasa dengan tambahan berat di wajahnya.
Operasi lanjutan dijadwalkan berlangsung bulan depan. Tim akan mengangkat implan bantuan yang disisipkan di lubang yang ada di permukaan implan. Sebuah pegangan gigi yang dibuat khusus akan ditautkan, menyusul sejumlah gigi palsu yang akan dibenamkan pada lubang-lubang tersebut sehingga didapat serangkaian geligi yang dibutuhkan.
Penggunaan teknik printer 3D untuk organ buatan diperkirakan akan meningkat di tahun-tahun mendatang. Waktu operasi dan perawatan yang lebih singkat merupakan nilai lebihnya, sehingga menekan biaya rumah sakit. Hal itu dimungkinkan karena organ buatan yang dihasilkan benar-benar pas dengan kebutuhan pasien.
Penggunaan teknologi ini didahului oleh sebuah projek terpisah yang berlangsung tahun lalu di Washington State University. Ketika itu para ilmuwan mendemonstrasikan bagaimana perancah keramik yang dibuat dengan teknologi cetak 3D bisa digunakan untuk menopang pertumbuhan jaringan tulang baru.
Mereka mengatakan uji coba pada binatang menunjukkan bahwa teknik tersebut bisa digunakan pada manusia dalam beberapa puluh tahun ke depan.
Ruben menjelaskan bahwa saat ini masih ada masalah biologis dan kimia yang harus dipecahkan. "Saat ini kami menggunakan bubuk logam untuk pencetakan. Untuk mencetak jaringan organik dan tulang kita butuh materi organik sebagai 'tintanya'. Secara teknis hal itu mungkin saja, tapi butuh waktu lama untuk mewujudkannya." (Sumber: BBC)