Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 13 Tahun 2012 tentang Tata Ruang Pulau Sumatra, Senin (6/2). Perpres ini menjamin penetapan Pulau Sumatra sebagai pusat pengembangan ekonomi berkelanjutan. Tujuannya untuk mewujudkan swasembada pangan dan kemandirian energi. Perpres tersebut juga mengutamakan prinsip berkelanjutan dalam penataan ruang. Namun, dengan tidak melupakan pelestarian kawasan berfungsi lindung dan keanekaragaman hayati hutan tropis basah. Langkah ini ditanggapi positif lembaga penggiat lingkungan, WWF. Namun, WWF juga meminta agar penetapan kawasan hutan yang konservasinya harus dijaga merupakan hutan alam yang tersisa. "Sehingga pengembangan hutan tanaman industri dan kelapa sawit ke depan dilakukan di lahan kritis yang tidak aktif," demikian ujar Direktur Konservasi WWF-Indonesia Nazir Foead, Kamis (16/2). Perpres 13/2012 berisi 147 pasal yang terbagi dalam 10 bab. Salah satu pasalnya yakni pasal 11 menggarisbawahi untuk mewujudkan paling sedikit 40 persen areal bervegetasi hutan dari luas Pulau Sumatra sebagai kawasan berfungsi lindung. Perpres ini juga mengedepankan pembangunan koridor bagi perlintasan satwa liar dan perlindungan daerah aliran sungai dalam tata ruang Pulau Sumatra.Tantangan terbesar Perpres ini, kata Nazir, adalah implementasinya. Sebab, membutuhkan kerjasama pihak swasta dan bisnis. Dalam hal ini industri kelapa sawit dan pulp atau bubur kertas. "Sudah menjadi kewajiban dari perusahaan-perusahaan yang beroperasi dan memiliki konsesi di Pulau Sumatra untuk menghormati dan menyesuaikan operasional dan kebijakannya dengan Perpres ini," tambah Nazir.Adapun tantangan selanjutnya adalah bagaimana mensinergikan antara Rencana Tata Ruang (RTR) di tingkat Pulau dengan RTR di tingkat provinsi dan kabupaten.