Partisipasi pria untuk mengikuti program Keluarga Bencana (KB) khususnya dalam penggunaan alat kontrasepsi masih rendah. Salah satu penyebabnya adalah ketakutan masyarakat bila kejantanannya menurun. Kepala Badan Kesejahteraan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Yogyakarta Tjondro Rini mengungkapkan, secara nasional keikutsertaan pria di wilayahnya untuk menjadi akseptor KB hanya berkisar empat persen saja. Ia menjelaskan, rendahnya partisipasi pria disebabkan karena belum maksimalnya dukungan jenis alat kontrasepsi pria. Saat ini, katanya, hanya terdapat dua jenis yakni kondom dan vasektomi."Faktor lainnya adalah faktor psikologis. Masyarakat masih berpandangan bahwa vasektomi akan mengurangi kejantanan lelaki," ujar Tjondro usai dilantik sebagai Kepala BKKBN DIY di Bangsal Kepatihan Kompleks Gubernur DIY, Senin (27/2).Untuk penggunaan kondom, lanjutnya, angka keberlangsungan pemakaiannya masih rendah karena bukan merupakan metode kontrasepsi jangka panjang.Dengan minimnya peran pria, tak mengherankan bahwa program KB masih didominasi wanita. Karena itu, pihaknya menekankan kepada pasangan suami istri untuk menggunakan alat kontrasepsi terutama dalam kaitannya untuk menurunkan angka kematian ibu melahirkan.Sementara itu, ia pun berharap ada penurunan yang signifikan terhadap angka kematian ibu (AKI) di Yogyakarta. Penurunannya mencapai 104 per 100.000 kelahiran. Jumlah tersebut memang hampir mendekati MDG's dengan target penurunan hingga 102 per 100.000 kelahiran pada 2015."Penurunan AKI harus terus diupayakan dengan penggunaan kontrasepsi. Di DIY memang lebih rendah dari rata-rata nasional yang mencapai 228 per 100.000 kelahiran. Hal ini perlu dipertahankan," paparnya.Penurunan AKI akan tercapai apabila program KB berhasil dilaksanakan. Pasalnya, risiko kematian karena melahirkan dapat dikurangi apabila ibu tidak terlalu sering melahirkan, jaraknya tidak terlalu dekat, serta melahirkan dalam usia tidak terlalu tua dan tidak terlalu muda.