Buruk, Fasilitas untuk Kaum Difabel

By , Rabu, 29 Februari 2012 | 14:42 WIB

Perlakukan bagi kaum difabel di Indonesia masih buruk. Buruknya pelayanan ini meliputi berbagai bidang, diantaranya pekerjaan, pendidikan serta sarana prasarana yang minim. Deputi Direktur Independent Legal Aid Institute (ILAI) Winarta dalam Sosialisasi Konvensi Hak Difabel di Yogyakarta, Rabu (29/2) mengaku prihatin dengan masih minimnya perhatian pada kaum difabel. "Fasilitas memang sudah diberikan pada kaum difabel. Ironisnya, fasilitas publik ini seringkali digunakan oleh masyarakat non difabel," ujar Winarta. Winarta memaparkan, gedung-gedung fasilitas publik di lingkungan pemerintahan masih minim bagi kaum difabel. Papan penunjuk di tempat pelayanan publik juga belum menggunakan huruf braile untuk memudahkan mereka yang tuna netra. Di bidang pendidikan, sekolah inklusi pun belum sepenuhnya berpihak pada kaum difabel.Berbagai peraturan yang mendukung akseptabilitas kaum difabel dalam berbagai bidang sudah diatur. Misalnya, di bidang pekerjaan ada UU No.4 Tahun 1997 yang mengamanatkan perusahaan dengan jumlah karyawan 100 orang harus ada kuota bagi satu penyandang cacat. Namun, dalam penelitian WHO dan ILO tahun 2007, akses kaum difabilitas khususnya di negara berkembang masih 20-30 persen. Padahal, jumlah penyadang penyandang disabilitas di dunia mencapai 650 juta penduduk. Winarat berharap dengan adanya Undang-undang nomor 19 tahun 2011 tentang pengesahan Konvensi Mengenai Hak-hak Penyandang Cacat yang disahkan November 2011 dapat mendorong eksekutif dan legislatif untuk memediasi dan memberikan hak-hak yang sama bagi penyandang disabilitas.“Isu ini dianggap tidak 'seksi.' Tidak ada kaitannya dengan Pendapatan Anggaran Daerah," tambahnya. Staf Ahli Bidang Pemerintahan Pemkot Yogyakarta Maryoto menyatakan, semua warga memiliki akses fasilitas publik, termasuk penyandang disabilitas. Keberpihakan bagi kaum difabel sudah tertuang dalam program pembangunan 2012-2016 salah satunya yakni mewujudkan pendidikan sekolah inklusi yang lebih berkualitas. “Pendidikan inklusi tidak hanya sekedar metode atau sistem. Tetapi juga menanamkan bagaimana pentingnya untuk menghargai perbedaan sehingga tidak ada diskriminasi "ujarnya.