Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek) siap memproduksi massal vaksin H5N1 yang merupakan hasil penelitian Perguruan Tinggi Indonesia. Tak hanya itu, isotop radioaktif pelacak kanker yang diciptakan oleh Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) Yogyakarta pun siap diproduksi. Demikian ditegaskan oleh Menristek, Gusti Mohammad Hatta, usai menjadi pembicara kunci dalam Annual Scientific Meeting di Fakultas Kedokteran UGM, Sabtu (3/3). Ia menjelaskan produksi massal ini dilakukan dengan mengkoordinasikan beberapa lembaga riset seperti LIPI, Lapan, BATAN.Sayangnya, produksi massal ini masih terkendala masalah dana. Saat ini dana yang di kelola Menristek mencapai empat triliun atau baru sebesar 0,08 persen dari PDB. Dana tersebut dinilainya masih kurang, karena seharusnya minimal satu persen dari dana PDB. “Di Jepang mencapai tiga persen, namun dua persen didapatkan dari swasta,” katanya.Sementara itu, untuk Provinsi DIY, Kemenristek mengalokasikan dana sebesar Rp7,1 miliar untuk kegiatan riset dan teknologi. Dana tersebut digunakan untuk pengembangan Sistem Inovasi Daerah (Sida), Sistem Inovasi Nasional (Sinas), Peningkatan Kapasitas Peneliti dan Perekayasa (PKPP), Diseminasi Teknologi Spesifikasi Lokasi (Speklok)." Kegiatan utamanya dilaksanakan di Gunung Kidul dan Bantul,” katanya. Ia menyebutkan untuk sistem inovasi daerah adalah pengangkatan air bawah tanah dengan menggunakan pompa air yang tidak menggunakan listrik. Hal ini bertujuan untuk memenuhi ketersediaan air bagi masyarakat yang sulit mendapatkan air di kabupaten Gunung Kidul. Selain itu, dana ristek juga dimanfaatkan untuk pengembangan riset dan teknologi 38 kincir air di pantai Pandansimo Bantul dan mendukung lomba inovasi peluncuran roket. Kegiatan ini, katanya, melibatkan kalangan peneliti dari perguruan tinggi yakni sekitar 16 penelitian. Harapan hasil penelitian perguruan tinggi bisa diaplikasikan langsung ke masyarakat.