Kementerian Pertanian mendukung daerah untuk melakukan sertifikasi hasil produksi olahan sorgum. Direktur Jendral Sarana dan Prasarana Kementrian Pertanian Sumarjo Gatot Irianto mengatakan, program diversifikasi pangan hendaknya jangan hanya menjadi slogan semata,melainkan perlu implementasi yang lebih nyata. "Sudah saya sampaikan ke Bupati agar diversifikasi pangan tidak jadi slogan bisa dimulai dengan mengembangkan bakso sorgum dan tepung terigu sorgum sebagai campuran," jelas Sumarjo di Bantul,Minggu (4/3).Sorgum yang masuk famili Poaceae menjadi salah satu sumber pangan penting di Asia dan masuk di peringkat lima setelah gandum, jagung, padi, dan jelai. Baso dan tepung sorgum, kata Sumarjo, bisa menjadi produk baru di masyarakat. Selain memberdayakan panganan lokal, cara ini dinilai mendukung program diversifikasi pangan dan mengurangi impor beras. Kepala daerah bisa dilibatkan karena bisa meregistrasi pedagang bakso mana yang mau mengolah dan memberikan subsidi kepada para pedagang. Cara ini semakin menguntungkan petani karena mampu memberikan omset tambahan. Selama ini petani kurang tertarik menanam sorgum karena beranggapan hanya akan mendapatkan keuntungan dari biji sorgum saja. Itupun tak jelas mau dijual kemana. "Dari situ petani sebetulnya bisa mendapatkan tiga penghasilan sekaligus dari penjualan biji sorgum, pengolahan batang manis sorgum menjadi gula, dan pemanfaatan sorgum untuk pangan ternak karena memiliki nutrisi yang tinggi," kata Sumarjo lagi.Pengembangan produk sorgum dapat dilakukan di beberapa daerah yang memang potensial pada sorgum. Daerah ini misalnya Yogyakarta, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, Wonogiri, dan Karanganyar. Untuk mengoptimalkan pengembangan produk ini, pemerintah perlu terus memberikan bantuan berupa pupuk dan bibit serta alat pengolahan. Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan Bantul Edy Suharyanta mengatakan, pengembangan sorgum di Bantul Yogyakarta masih sebatas di tiga lokasi. Diakuinya petani enggan menanam sorgum karena belum ada jaminan pemasaran. Tak hanya itu, masalah sarana prasarananya pun belum memadai. "Saat ini petani masih menggunakan alat giling biasa sehingga ketika kurang halus harus diulang lagi," kata Edy. Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Yogyakarta Suparlan menambahkan, pemerintah perlu turun langsung ke masyarakat untuk mengetahui potensi produk pangan yang mendukung diversifikasi pangan. "Banyak produk pangan yang belum diolah maksimal. Kendala alat serta pemasaran memang masih dominan terjadi di daerah," ujar Suparlan.