49 Daerah di Indonesia Berpotensi Jadi Persinggahan Burung Air Pendatang

By , Senin, 19 Maret 2012 | 16:15 WIB

Sebanyak 49 daerah  di Indonesia berpotensi sebagai lokasi persinggahan burung air pendatang (migrasi). Sayangnya, kehidupan burung tersebut  masih terancam.

Indonesia telah diidentifikasi mampu mendukung lebih dari 20.000 burung air atau 10.000 pasang burung laut. Semenanjung Sembilang dan Banyuasin di pesisir timur Sumatera merupakan salah satu contohnya. Setiap tahunnya, kawasan yang menjadi bagian dari jalur terbang (flyway) Asia Timur-Australasian ini menjadi lokasi persinggahan bagi burung-burung bermigrasi sebelum mereka melanjutkan perjalanan jauhnya.“Lahan basah merupakan habitat penting bagi keperluan hidup burung-burung air penetap maupun pengembara” ungkap Dwi Mulyawati, Bird Conservation Officer Burung Indonesia.

Ia mencontohkan, cangak (Ardea sp.), bangau (Ciconidae), atau pecuk (Phalacrocoracidae) merupakan jenis burung yang sangat menyukai kawasan mangrove sebagai tempat bersarang karena aman dari pemangsa. Bagi jenis-jenis pemakan ikan seperti kelompok kuntul (Egretta sp.) mangrove merupakan tempat bertengger yang kaya makanan. Sementara bagi burung air pengembara, terutama Charadriidae dan Scolopacidae, akar mangrove berguna sebagai tempat istirahat yang baik saat terjadi air pasang selama musim migrasinya.Habitat lahan basah tidak hanya penting bagi burung-burung pendatang. Berbagai jenis burung penetap pun merasakan manfaat dari keberadaan kawasan ini, seperti mentok rimba (Cairina scutulata) dan bangau storm (Ciconia stormi). Tipe habitat hutan rawa air tawar dan gambut menjadi rumah mereka untuk mencari makan dan berbiak.

Begitu juga dengan hutan rawa rumput yang disukai keluarga keluarga Ardeidae, Anatidae, Rallidae, dan Jacanidae. Di daerah Tulang Bawang, Lampung, tercatat ribuan ekor blekok sawah (Ardeola speciosa), cangak merah (Ardea purpurea), kuntul besar (Casmerodius albus), dan kowak-malam abu (Nycticorax nycticorax) berkoloni sarang pada rimbunan rumput gelagah. Dwi menjelaskan  kendati Indonesia tergolong surganya burung air, akan tetapi hidup mereka menghadapi ancaman. Lahan basah alami Indonesia terus menyusut akibat alih fungsi menjadi lahan pertanian, permukiman, atau tambak.

"Lahan basah dianggap kurang produktif dan kurang bermanfaat. Padahal, lahan basah memiliki fungsi ekologis yang menjaga keseimbangan ekosistem daratan maupun perairan, baik itu habitat ataupun kehidupan tumbuhan dan satwanya," kata Dwi. Pengelolaan lahan basah sesuai dinamika kebutuhan di tingkat lokal dan nasional penting dilakukan guna mencegah menyusutnya kawasan lahan basah. Pasalnya, lahan basah tidak hanya berguna bagi perlindungan dan pelestarian burung air beserta flora-fauna saja. Tetapi juga bermanfaat bagi manusia sebagai sumber produk makanan, bahan baku industri, dan obat.