Budaya 'Se Atoran' Tidore

By , Kamis, 22 Maret 2012 | 15:32 WIB

Tidore dan Ternate, dua pulau kembar di wilayah Maluku Utara ini sudah dikenal masyarakat Indonesia sejak usia Sekolah Dasar. Nama kedua kerajaan ini kerap muncul di buku-buku sejarah sebagai wilayah pertama yang didatangi bangsa asing karena kekayaan rempah-rempahnya.

Namun, Tidore bukan hanya melimpah akan rempah semata. Wisata budaya yang ditawarkan wilayah berpopulasi 90 ribu jiwa ini sangat menarik untuk digali lebih dalam. Beberapa di antaranya adalah Upacara Lufukie, yaitu ritual perjalanan mengelilingi Pulau Tidore dengan perahu Kora-kora. Atau Penyambutan panji Nyili-nyili Bobato Kesultanan.

Di pulau yang baru terbentuk secara otonom pada tahun 2003 ini juga terdapat beberapa benteng Portugis, Tahula dan Toreh. Tak ketinggalan pula Tugu Pendaratan Spanyol sebagai pengingat kedatangan mereka di tahun 1521. Dinding dan bangunan yang baru direnovasi, tak menutupi kesaksian sejarah yang tertanam di dalamnya. Ini belum ditambah wisata alam seperti Pantai Rum, Pantai Akesahu, Air Terjun Sigela, atau Teluk Guraping.

"Maluku itu kecil tapi bervariasi. Mulai dari sejarahnya pun harus ada pembelajaran dulu untuk bisa mengetahuinya lebih dalam," ujar Direktur Promosi Pariwisata Dalam Negeri, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif M Faried, dalam Pameran Foto dan Sejarah Tidore di Museum Nasional, Jakarta, Kamis (22/3).

"Maluku Utara sejak 300-400 tahun lalu sudah menjadi destinasi mancanegara, walaupun saat itu tujuannya bukan wisata," tambahnya.Pameran Foto dan Sejarah menjadi loncatan awal mengenalkan Tidore pada masyarakat Indonesia. Sebab, menurut Walikota Tidore Kepulauan Achmad Mahifa, sejarah Kesultanan Tidore berperan besar dalam kesatuan Republik Indonesia.

Tapak-tapak sejarah terbesar yang disumbang Tidore di antaranya perjuangan Sultan Nuku dan Sultan Zainal Abidin Syah. Sultan yang terakhir disebut dikenal sebagai Gubernur pertama Irian Barat. Ia dianggap meletakkan landasan pertimbangan pemerintah—saat itu—untuk menentukan batas wilayah RI.

"Tapak sejarah itulah yang hendak dipamerkan hari ini (Kamis, 22/3) untuk memberi pesan kepada kita bahwa leluhur-leluhur kita telah berbuat banyak untuk Indonesia," ujar sang Walikota.

Meski pun telah bersentuhan dengan pemerintahan modern, masyarakat Tidore dikenal sebagai warga yang berbudaya dan memegang teguh tata nilai. Prinsip inilah yang kemudian disebut dengan adat se atoran. Budaya Tidore ini nantinya akan mengisi Festival Tidore pada 31 Maret-12 April 2012 mendatang.