Pada 4 April 1968, pejuang hak asasi manusia berkulit hitam, Martin Luther King Jr, tewas ditembak. Insiden terjadi tepat di hotel tempatnya menginap, Lorraine Motel, Memphis, Tennessee, Amerika Serikat. King tewas setelah peluru bersarang di rahang dan melukai syaraf tulang belakangnya.
Beberapa bulan sebelum kematiannya, King kerap menyuarakan protes atas ketidakadilan pemerataan ekonomi di Amerika, terutama untuk kaum Afrika-Amerika. Ia berhasil mengorganisir gerakan protes yang terdiri atas berbagai lapisan ras untuk melakukan unjuk rasa di Washington.
Bahkan sehari sebelum tewas, King memberikan pidato terakhirnya yang terkenal, "Kita akan mengalami kesulitan di depan. Tapi tidak masalah, karena saya sudah pernah berkunjung ke tingginya puncak gunung. Dia (Tuhan) mengizinkan saya menuju ke puncaknya."
"Saya sempat melihat ke bawah, dan saya melihat Tanah yang Sudah Dijanjikan. Mungkin saya tidak akan pergi ke sana bersama Anda. Tapi saya mau Anda tahu, bahwa malam ini, kita sebagai manusia, akan tiba di Tanah yang Sudah Dijanjikan," ujar King saat itu.
Sore hari sesudah kejadian, polisi menemukan senjata Remington .30-06 dengan sidik jari yang mengarah pada satu tersangka: James Earl Ray. Ray tertangkap di Bandara London oleh Scotland Yard ketika berusaha terbang ke Belgia. Meski mengajukan ada konspirasi yang menjebaknya, Ray tetap dituntut hukuman penjara selama 99 tahun.
Kematian King memicu kerusuhan di beberapa kota di AS. Garda Nasional AS terpaksa diturunkan di Memphis dan Washington DC untuk mengamankan keadaan. Jenazah King sendiri baru dimakamkan pada 9 April di kampung halamannya, Atlanta, Georgia. Ratusan ribu orang berbaris di sepanjang jalan sebagai bentuk penghormatan padanya.