Bangunan Cagar Budaya Rawan untuk Bisnis

By , Kamis, 12 April 2012 | 19:05 WIB

Bangunan Cagar Budaya (BCB) di Yogyakarta dinilai rawan digunakan untuk tempat berbisnis. Oleh karenanya, aturan yang menegaskan pembatasan alih fungsi BCB perlu digalakkan. Hal ini disampaikan oleh Kepala Seksi Pembinaan Pelestarian Nilai-nilai Budaya Bidang Kebudayaan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Jogja Widiastuti. Ia mengatakan bahwa pemerintah Provinsi DIY tengah menyusun Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) pelestarian dan pengelolaan cagar budaya menggantikan Perda 11/2005.

"Selama ini belum ada pegangan hukum yang mengatur pembatasan alih fungsi BCB. Padahal beberapa bangunan bernilai budaya berubah menjadi tempat berbisnis," katanya di Yogyakarta, Kamis (12/4).

Ia mencotohkan, seperti Gabah Resto Sagan, Natasha Kotabaru, dan bangunan Pizza Hut di Jalan Sudirman. Disebutkan Widi, bangunan yang digunakan dua lokasi pertama masih tercatat sebagai benda warisan budaya atau diduga BCB. Sedangkan bangunan yang digunakan restoran cepat saji Pizza Hut sudah ditetapkan sebagai BCB.

Widi menegaskan bahwa ia tidak melarang perubahan fungsi BCB, namun perlu ada pengendalian. Selain itu perlu kepastian soal siapa yang dapat melakukan penetapan bahwa sebuah bangunan itu adalah sebagai BCB. Sebab, selama ini terjadi tumpang tindih antar pemerintah kota/kabupaten yang sama-sama ikut menetapkan.

Perda itu sebaiknya juga dibuat tidak bertentangan dengan Undang-undang. Pasalnya, perda tersebut nantinya juga jadi acuan kota/kabupaten untuk merumuskan perda baru.Ketua Baramus DIY Thomas Haryonegoro dan Ketua Koordinator Masyarakat Advokasi Warisan Budaya Madya Jhohanes Marbun mengatakan bahwa  perda tersebut perlu mendefinisikan dengan jelas apa yang dimaksud dengan BCB. Bila tidak, BCB akan dengan mudahnya dicuri, diperjualbelikan, bahkan dirusak.

"Soal BCB itu soal peradaban bangsa,jadi tak bisa main-main.Kondisi darurat seharusnya dapat segera dikeluarkan ketika keberadaan BCB sudah diusik, bahkan dirusak," ujarnya.