Balai Pengkajian Dinamika Pantai (BPDP) menegaskan sekitar 70 persen infrastruktur pelabuhan dan bangunan pantai di seluruh Indonesia bermasalah. Hal ini berdasarkan perencanaan dan desain yang tidak sesuai standar konstruksi.
“Padahal hampir 60 persen kota-kota di Indonesia berada di wilayah pesisir pantai. Dalam operasionalnya sangat boros, tidak sustainable, dan mudah rusak,” ujar Kepala BPDP Rahman Hidayat di Yogyakarta.
Banyaknya dermaga pelabuhan, bangunan pantai, dan struktur pelindung pantai yang tidak sesuai kontruksi, disebabkan standar perancangan tidak menyesuaikan kondisi lokal pantai dan keahlian perancangan yang minim. Disamping itu, tidak tersedianya metode pelaksanaan konstruksi yang sesuai dengan ketersediaan peralatan lokal.
Sementara itu, terkait pembangunan bandara di wilayah pantai Selatan DIY, Rahman mengusulkan agar pemerintah melakukan kajian uji model fisik dan numerik untuk mengantisipasi adanya bahaya dampak gempa dan tsunami. Tidak hanya itu, tingkat abrasi akibat gelombang tinggi terjadi hampir sepanjang tahun. “Perlu dilakukan kajian yang sungguh-sungguh terhadap potensi bencana dalam penentuan lokasinya,” katanya.
Peneliti BPDP lainnya, Widjo Kongko, menuturkan pantai selatan Jawa rawan terhadap ancaman gempa dan tsunami. Kendati demikian, jarang terjadi gempa di lokasi ini karena usia lempeng yang relatif lebih tua, yakni 150 juta tahun. Bandingkan dengan lempeng Sumatra yang rata-rata berusia 60 juta tahun.
“Di selatan Jawa itu tsunaminya khas, gempa pelan tapi tsunami besar karena adanya endapan sedimentasi dengan ketebalan lebih 60 meter yang berada di atas lempeng. Apabila terjadi dislokasi lempeng maka dampak tsunaminya tiga kali lebih besar,” kata Widjo.