Melihat Kembali Identitas Betawi

By , Kamis, 26 April 2012 | 15:50 WIB

Orang Betawi, cikal bakal penduduk asli Jakarta, adalah masyarakat dengan kultur unik. Lahir melalui asimilasi beragam kebudayaan luar; Cina, Arab, Portugis, dan Eropa. Campuran tersebut merefleksikan budaya Betawi yang khas.

Guru besar antropologi dan pakar kebudayaan Betawi dari Universitas Indonesia, Yasmine Z Shahab dalam acara bincang-bincang Betawi Punye Gaye: Inspirasi Warisan Budaya Jakarta Asli di Bentara Budaya Jakarta (BBJ), Palmerah, Selasa (25/4) menyatakan, dari penelitian-penelitian yang dilakukannya, ia menangkap gejala Betawi tengah membangun kembali identitasnya di zaman modern.

"Stereotipe yang selama ini membayangi Betawi adalah Betawi dianggap inferior, kaum pinggiran. Padahal tidak," ujar Yasmine. Menurutnya lagi, varian Betawi digolongkan menjadi Betawi kota, Betawi tengah, dan Betawi pinggir, berdasarkan letak domisilinya. Betawi pinggir ini yang konon disebut Betawi 'udik'. Tetapi kemudian pada perkembangannya, kata itu jadi bermakna negatif sehingga tidak terlalu digunakan.

Senada, Ketua Forum Kajian Antropologi Indonesia (FKAI) Mulyawan Karim meyakini hal itu. "Saya melihat Betawi sebagai sesuatu yang berderang, bukannya meredup karena tergeser oleh budaya-budaya lain di Jakarta. Walaupun sekarang kota ini telah menjadi melting pot," ungkapnya dalam kesempatan yang sama.

Titik balik yang menentukan kebangkitan Betawi dicatat Yasmine pada era 1970-an, ketika Jakarta dipimpin Gubernur Ali Sadikin. "Bang Ali saat itu menelurkan 'Lokakarya Kebudayaan Betawi'. Kalau sebelumnya orang Betawi tidak pernah bangga menyebut diri Betawi, malah cenderung menyembunyikan identitasnya," paparnya.

Dalam acara ini, berbagai tokoh Betawi ikut bicara, di antaranya Emma Amalia Agus Bisri, tokoh perempuan Betawi, serta JJ Rizal, tokoh generasi muda Betawi.

Metamorfosis

Tradisi Betawi seperti perkawinan, kuliner, pakaian, perhiasan, arsitektur dan interior, sampai kesenian masih terus ada dan terjaga sampai saat ini. Namun, tradisi budaya Betawi ini dapat dikatakan mengalami metamorfosis.

"Bedanya, Betawi kini milik semua warga Jakarta, termasuk pendatang yang berasal dari daerah lain dan hidup di Jakarta," kata Mulyana.

Harry Palmer ialah salah satu contoh orang yang giat melestarikan budaya Betawi, yakni kesenian gambang kromong lewat kelompok Harry's Palmer Orchestra. Ia memadukan gambang kromong dengan keroncong, pop, dan macam-macam jenis aliran musik.

Orang Betawi sendiri juga bermetamorfosis menjadi penduduk ibukota Jakarta yang metropolitan. "Hal ini dikarenakan faktor-faktor misalnya perkawinan campur (dengan etnis lain). Presentase kawin campur yang terjadi cukup tinggi. Delapan puluh persen Betawi yang tinggal di perkotaan melakukan kawin campur," ucap Yasmine.