Dua organisasi pegiat lingkungan African Wildlife Foundation (AWF) dan Wildaid menjalin kerjasama untuk mencegah konsumsi cula badak di China. Kedua organisasi ini sengaja menargetkan negara berpenduduk terpadat di dunia itu mengingat tingginya konsumsi cula badak.
Menurut kepercayaan obat tradisional China, cula badak bisa menjadi vitamin super dan obat berbagai penyakit. Meski penelitian ilmiah menyebut tak ada efek apa pun dalam cula badak, perburuan tak juga menyurut. Data tahun lalu menyebut sebanyak 450 badak dibunuh di Afrika Selatan demi cula.
"Selain ada usaha di lapangan untuk mencegah perburuan lebih banyak, kami juga harus menjangkau mereka yang membeli cula. Menunjukkan pada mereka apa efek yang ditimbulkan," ujar Kepala AWF Patrick Bergin, Senin (7/5).
Bentuk kampanye AWD dan Wildlaid rencananya akan melibatkan public figure dari China. Diharapkan dengan cara ini akan timbul kesadaran mengenai krisis badak yang berhubungan erat dengan meledaknya penjualan cula di negara mereka.
Ada lima jenis spesies badak di dunia, kesemuanya masuk dalam kategori terancam. Tiga di antaranya masuk dalam kategori critically endangered di daftar International Union for Conservation of Nature (IUCN). Perburuan cula bukan hanya membahayakan populasi badak, tapi juga manusia yang terlibat di dalam perburuannya. Pemburu gelap bisa terbunuh saat melakukan aksinya. Sementara polisi hutan juga harus kehilangan nyawa saat melindungi badak.
Perang pemburu dengan petugas berwenang bukan hanya terjadi di Afrika. Akhir April 2012 lalu, agen federal Amerika Serikat dari U.S. Fish and Wildlife Service (FWS) berhasil menangkap tujuh orang yang atas tuduhan penyelundupan cula badak. Bekerja sama dengan pihak Imigrasi dan Bea Cukai, penangkapan ini berlangsung di Los Angeles, Newark, dan New York.
Menurut pihak berwajib, penyelundupan ini diatur oleh seorang warga China bernama Jin Zhao Feng. Pria ini memotori pengiriman paling sedikit selusin cula badak dari AS ke China.
Perburuan badak dan cula yang menjadi akar masalah ini bisa Anda simak di Perang Badak dalam National Geographic Indonesia edisi Maret 2012.