Indonesia memiliki keunggulan dalam obat-obatan herbal. Di mana bahan bakunya berlimpah dengan ketersediaan yang masih banyak. Oleh karena itu, herbal lebih mudah diolah ketimbang kimia yang harus diekstrak terlebih dahulu.
Dalam Trubus Info Kit Vol 8: Herbal Indonesia Berkhasiat disebutkan, tradisi herbal sudah mengakar kuat di Indonesia. Jamu, salah satu hasil jadi herbal, dijadikan menu wajib untuk kesehatan dan kebugaran semua lapisan masyarakat. Paling tidak ada 130 jenis tanaman yang berkhasiat obat melawan penyakit-penyakit tertentu. Bahkan dengan racikan yang tepat, tidak selamanya obat herbal itu pahit.
Namun, hingga sekarang sebanyak 95 persen bahan baku pembuatan obat di Indonesia masih mengandalkan impor. Masalah keterbatasan teknologi menjadi salah satu kendalanya. Hal ini diungkapkan oleh Dewan Penasehat Gabungan Pengusaha Farmasi (GP Farmasi) Yogyakarta Gideon Hartono, Rabu (9/5) dalam dialog 'Peranan GP Farmasi Dalam Meningkatkan Perekonomian dan Peningkatan Kualitas Kesehatan di DIY'
“Indonesia belum memiliki pabrik bahan baku obat yang berkapasitas massal. Oleh karena itu, bahan baku masih mengimpor dari China, India, dan Spanyol,” kata Gideon.
Padahal, ujar Gideon lagi, bahan baku obat itu bisa diproduksi sendiri oleh Indonesia. Namun, kapasitasnya masih kecil karena obat kimia harus melalui penelitian yang rumit. Tak hanya itu, sulitnya rekomendasi dari IAI yang mengangkat isu masalah norma dan tenggang rasa juga menjadi kendala.
Ketua Bidang Distribusi dan Pedagangan Besar Farmasi (PBF) GP Farmasi DIY, Irwan Suryanto tak menampik jika bahan baku pembuatan obat masih mengimpor. Solusi untuk mengurangi import tersebut, menurutnya, hanya ketersediaan teknologi dan pabrik bahan baku yang massal untuk pengolahan.