Sultan Minta Belanda-Inggris Serahkan Salinan Ulang Naskah Kuno DIY

By , Selasa, 15 Mei 2012 | 13:10 WIB

Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, Sri Sultan Hamengkubuwono X menginginkan ribuan naskah keraton DIY yang ada di Belanda dan Inggris bisa diteliti atau dipelajari oleh pihak keraton."Selama ini perjanjian kebudayaan antara Indonesia-Belanda dan Inggris belum terisi. Saya mengusulkan bagaimana kalau Yogyakarta yang mengisinya karena keraton membutuhkan naskah-naskah yang ada di sana," ujar Sultan usai menerima kunjungan Duta Besar Indonesia untuk Belanda Retno Marsudi di Yogyakarta, Senin (14/5).

Berdasarkan data dari Keraton Yogyakarta, ada sekitar 7000 naskah atau manuskrip milik keraton yang ada di dua negara itu, terutama Inggris. Naskah kuno tersebut diangkut ke Inggris saat DIY berada di bawah kekuasaan Gubernur Thomas Stamford Raffles, saat pemerintahan Sultan Hamengku Buwono II di tahun 1812. Sedangkan yang ada di Yogyakarta hanya ada 363 naskah dan tersimpan di Museum Sonobudoyo.

"Tidak hanya dokumentasi sejarah, ada juga naskah pujangga serta naskah tarian. Bahkan dulu, selama seminggu ada lima gerobak naskah yang dibawa ke Belanda dan Inggris. Namun, yang terbanyak di Inggris, saat ini hanya disimpan di British Council dan Raffles Foundation," tambah Sultan.

Sultan HB X menyadari bahwa ribuan naskah tersebut tidak bisa diminta kembali untuk menjadi milik keraton. Meski begitu ia berharap, selain bisa dipelajari, keraton juga bisa mendapatkan micro film dari naskah-naskah itu. "Mungkin naskah itu bisa diteliti atau bisa di-fotocopy, dalam arti di micro film," ujar Sultan.

Hingga kini baru ada 21 microfilm yang dikembalikan pemerintah Inggris pada Keraton Yogyakarta. Inggris enggan mengembalikan karena khawatir keraton tidak bisa mengurusnya. Namun, hal ini dibantah Pengangeng I Perpustakaan Widya Budaya milik keraton Jogjakarta GBPH Prabukusumo. "Kereta yang ratusan tahun saja masih terus kita rawat," tegasnya.

Prabukusumo bersikukuh bahwa 7000 naskah tersebut harus kembali kepada keraton sebagai pemilik sah. "Kepemilikan oleh Inggris dan Belanda tidak sah. Apapun alasannya itu milik keraton. Kami pun akan melakukan pendekatan pada lembaga kebudayaan internasional," katanya.

Sementara itu Retno Marsudi sebagai Dubes menyatakan akan mengkomunikasikan maksud Keraton Yogyakarta tersebut ke pemerintah Belanda maupun Dubes Indonesia untuk Inggris.