Pihak Pusat Data Informasi dan Humas BNPB menyatakan, penanggulangan bencana merupakan upaya gabungan bagi pemerintah, swasta atau dunia usaha, dan masyarakat seiring dengan meningkatnya risiko bencana di Indonesia saat ini. "Di Indonesia bencana dan kemiskinan ibarat lingkaran setan, keduanya saling berpengaruh. Bencana menyebabkan kemiskinan," ujar Sutopo Purwo, Kepala Pusat Data dan Humas BNPB dalam siaran pers yang diterima pada Jumat (18/5).
Sebaliknya, kemiskinan pun akan menyebabkan peningkatan bencana. Ia menuturkan, kerugian rata-rata ekonomi global akibat bencana dalam 10 tahun terakhir, terhitung 2010, adalah sekitar US$110 miliar. Angka ini meningkat menjadi hampir dua kali lipat secara khusus pada tahun 2011, karena peristiwa bencana gempa dan tsunami Jepang yang dikenal dengan The Great East Earthquake.
Ia mengimbau bahwa sektor swasta sebagai penggerak utama dari pembangunan agar berperan dalam investasi pengurangan risiko bencana ini. "Pengurangan risiko bencana dapat menjadi investasi pembangunan. Setiap US$1 yang diinvestasikan untuk pengurangan risiko bencana, dapat mengurangi US$4-7 dari dampak suatu bencana. Perusahaan yang buruk dalam praktik manajemen risiko bencana ternyata menderita kerugian 20 kali lipat lebih besar daripada perusahaan yang menerapkan manajemen risiko bencana dengan baik," paparnya pula.
Sayangnya di Indonesia sedikit sekali penelitian yang melakukan kuantifikasi manfaat pengurangan risiko bencana ini terhadap dampak bencana. Meski begitu, diperkirakan Sutopo, manfaatnya bisa dirasakan lebih besar daripada di negara-negara lain.
"Misalnya saja pembangunan waduk kecil di wilayah Bantul, Yogyakarta dengan biaya Rp78 juta secara mandiri oleh masyarakat telah berdampak besar, semula daerah itu kekeringan setiap tahun, tapi sekarang masyakat sudah dapat menanam padi hingga tiga kali tanam setahun," ungkapnya. Ini dikarenakan tidak pernah terjadi kekeringan dan pendapatan ekonomi pun bertambah.