Demi Kelapa Sawit, 3 Ekor Gajah Sumatra Diracun

By , Kamis, 7 Juni 2012 | 11:30 WIB

Laporan AFP menyebutkan demi membela perkebunan kelapa sawit, tindakan meracuni gajah Sumatra (Elephas maximus sumatranus) menjadi sebuah pembenaran. Mayat Pachyderms (binatang yang memiliki kulit tebal seperti gajah; badak; kuda nil) yang mati akibat diracun ditemukan di perkebunan kelapa sawit di Provinsi Aceh.

"Kami menduga mereka keracunan setelah memakan satu batang sabun yang telah dicampur dengan racun. Kami menemukan sisa sabun tersebut didekat bangkai gajah," kata Rabono Wiranata dari kelompok lingkungan hidup, FAKTA.

Gajah Sumatra yang tersisa saat ini hanya sekitar 300 ekor. Jika ada tiga ekor gajah yang mati dalam satu minggu, tentunya hal ini menjadi ancaman berat bagi keberadaan spesies langka ini.

Kondisi seperti ini bagaikan teror yang mengancam satwa liar yang ada di Indonesia. Dan juga semakin mendorong spesies gajah Sumatra menuju kepunahan. Aksi perburuan dan pemusnahan satwa-satwa liar ini karena dianggap sebagai pengganggu besar bagi perkebunanan kelapa sawit.

Kelapa sawit merupakan tanaman dengan spesies tunggal yang tidak dapat bergabung dengan ekosistem hutan lain dan beberapa produk pertanian seperti kopi dan komoditas lainnya. Sehingga keberadaan perkebunan kelapa sawit ini telah mengambil alih sebagian besar wilayah hutan yang selama ini berfungsi sebagai tempat berkumpulnya keanekaragaman hayati.

Terpenting, kelapa sawit merusak habitat bagi satwa liar seperti orang utan dan gajah Sumatra. Ketika seekor gajah Sumatra lapar, maka ia akan mengembara mencari makan menuju perkebunan. Peristiwa ini tentu wajar, mengingat habitat gajah yang selama ini tinggal di hutan telah berganti menjadi perkebunan. Mau tidak mau satwa ini akan menjelajah perkebunan sawit tersebut untuk mencari makan.

Para petani perkebunan sawit melihat seekor gajah yang memasuki area perkebunan sawit dianggap sebagai ancaman hama yang harus segera diberantas. Akan tetapi, kasus gajah yang terakhir mati akibat diracun ini, bukan ditemukan di perkebunan milik petani miskin menlainkan ditemukan di perkebunan milik negara.

Tidak dapat dipungkiri bahwa bisnis kelapa sawit adalah bisnis besar karena dapat dimanfaatkan sebagai bahan makanan, bahan bakar, dan juga dapat dijadikan bahan baku untuk diolah menjadi sebuah produk. Jutaan orang sangat bergantung pada minyak untuk menggoreng makanan. Selain itu minyak kelapa sawit juga digunakan untuk memproduksi pelumas, makanan olahan, sabun, biodisel dan prodak olahan lainnya.

Berbagai upaya telah dilakukan untuk membuat produksi minyak kelapa sawit ini lebih ramah lingkungan. Seperti keberadaan Roundtable on Sustainable Palm (perundingan untuk menjaga kelestarian minyak kelapa sawit ) yang bertujuan meningkatkan kemampuan jangka panjang guna memenuhi permintaan konsumen tanpa harus menghancurkan bumi.

Namun, organisasi ini dikritik oleh World Rainforest Movement. Karena dianggap hanya sebagai taktik sebuah perusahaan untuk menjaga hubungan baik dengan masyarakat sekitar yang dengan dalih meningkatkan kepedulian industri terhadap lingkungan.