Negosiasi KTT Rio+20 Tergesa, Konsep Green Economy Disorot Tajam

By , Senin, 18 Juni 2012 | 19:55 WIB

Konferensi Pembangunan Berkelanjutan PBB Rio+20 (United Nation Conference on Sustainable Development) di Rio de Janeiro, Brasil, yang membawa isu-isu lingkungan hidup dinilai berlangsung tergesa-gesa. Salah satu fokus tentang ide ekonomi hijau (green economy) disambut dengan beragam sikap dari sejumlah negara.

Negara-negara berkembang masih menegosiasikan tentang ekonomi hijau dan perubahan-perubahan yang diperlukan. Saat ini, para delegasi telah sepakat membatasi langkah preskriptif terhadap ide green economy dan menggantinya dengan kebijakan ekonomi hijau yang "semata" diadaptasi dan diterapkan oleh tiap negara pada situasi khusus, yang ditentukan mereka masing-masing.

Menurut Kepala Delegasi Venezuela, Claudia Salerno, negosiasi berjalan baik sampai mereka masuk ke debat mengenai makna atau cara implementasi. Sebagian LSM mengkritik keras ekonomi hijau yang konsepnya dianggap justru mendorong perluasan privatisasi dan komodifikasi sumber daya alam ini. Konsep ekonomi hijau aktif dipromosikan aliansi lembaga-lembaga penopang kapitalisme, di antaranya termasuk World Bank, International Chamber of Commerce.

Jumat (15/6) lalu, sekitar 300 orang dari masyarakat adat dan pihak aktivis lingkungan juga melangsungkan aksi protes. Mereka menduduki lokasi pembangunan konstruksi dam raksasa Sungai Xingu seluas 500 kilometer persegi, yang terletak 3.500 kilometer di selatan Rio de Janeiro.

Dokumen The Future We Want telah dinegosiasikan selama lima bulan. Tapi hanya 25 persen yang dibicarakan hingga 2 Juni 2012 yang lalu. Sementara pembahasan teks terus dilakukan dari pertemuan pada 13 Juni hingga diharapkan mencapai final pada 19 Juni.

Puncaknya, dokumen tersebut bakal disampaikan di hadapan 116 kepala pemerintahan negara sedunia pada saat Konferensi Rio+20 berlangsung pada 20-22 Juni 2012. Brasil selaku tuan rumah, sebagaimana dinyatakan Kepala Delegasi Luiz Alberto Figueiredo, tidak bermaksud menyajikan suatu isu yang belum terselesaikan dibahas. Namun, bobot pertemuan ini diduga akan turun karena absennya Presiden Amerika Serikat Barack Obama, Kanselir Jerman Angela Merkel, serta Perdana Menteri Inggris David Cameron.