Tumbuhan asing Datangkan Masalah di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango

By , Kamis, 21 Juni 2012 | 19:30 WIB

Berdasarkan riset yang pernah dilakukan, tumbuhan asing atau invasive species mendatangkan masalah serius di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP). Penyebaran bisa terjadi karena Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) dan TNGGP terhubung oleh koridor.

Daya regenerasi tumbuhan asing yang relatif lebih tinggi, serta penguasaan area yang cepat, dikhawatirkan akan menjadi ancaman bagi spesies lokal serta ekosistemnya. Oleh karena itu penelitian mengenai spesies introduksi perlu dilakukan karena berdampak pada habitat, ekonomi, dan lingkungan.

Penelitian ini merupakan bagian dari Eksplorasi Flora Nusantara LIPI di Taman Nasional Gunung Halimun Salak mulai 19 Juni - 8 Juli 2012. LIPI bekerja sama dengan Kebun Raya Indonesia (KRI) berusaha menyelamatkan keanekaragaman hayati Indonesia.

"Salah satu bentuk kegiatannya adalah melakukan ekplorasi serta konservasi ex situ," ujar Sri Astutik, peneliti dari Kebun Raya Cibodas yang tergabung dalam eksplorasi ini.

Konservasi ex situ adalah konservasi yang dilaksanakan di luar habitat makhluk hidup tersebut. Dengan fokus area Gunung Kendeng yang berada di dalam kawasan TNGHS.

Hal lain yang juga akan dilaksanakan adalah memantau perkembangan Pinanga javana atau pinang jawa yang merupakan hasil reintroduksi di TNGHS tujuh tahun silam. Tanaman ini merupakan salah satu spesies endemik di Pulau Jawa yang terancam punah.

Menurut Sri, KRI kini sedang mengembangkan 17 Kebun Raya Daerah. Mereka dibuat berdasarkan karakter khas ekosistem dan keanekaragaman spesies tumbuhan lokal masing-masing daerah. Dari sekian banyak kebun raya yang sedang dikembangkan, Kebun Raya Kuningan memiliki spesifikasi tumbuhan daerah berbatu yang terletak pada ketinggian 460-680 meter di atas permukaan laut dengan luas area sekitar 170 hektare.

Flora kebun raya yang unik dan juga perlu dikembangkan adalah vegetasi karst atau pegunungan kapur. Vegetasi ini menyimpan keanekaragaman hayati flora dan fauna terutama di gua-gua yang belum tereksplorasi.

Pada tahun 2006, pernah diadakan penelitian karst di Pegunungan Sewu yang membentang dari Daerah Istimewa Yogyakarta hingga Jawa Timur.  Pada waktu bersamaan, diadakan juga eksplorasi karst di Maros, Sulawesi Selatan.