Lembaga Transfer Teknologi Penting untuk Kekayaan Intelektual

By , Rabu, 27 Juni 2012 | 15:26 WIB

Riset perguruan tinggi diharapkan tidak hanya mendapatkan paten, melainkan perlu dikomersialisasikan ke industri untuk kepentingan bisnis. Untuk itulah, keberadaan lembaga transfer teknologi dinilai penting di setiap perguruan tinggi di Indonesia.

Hal ini ditegaskan oleh Direktur Eksekutif Washington State University, Amerika Serikat, Keith Jones, di Yogyakarta, Selasa (26/6). Ia mengatakan, komersialisasi produk riset sangat penting bagi perguruan tinggi agar pembiayaan tidak lagi bergantung sepenuhnya dari dana pemerintah dan masyarakat.

Diceritakannya di Washington University, hanya sekitar 11 persen dari seluruh hasil riset yang mendapatkan paten. Lewat lembaga transfer teknologi, produk paten tersebut akan  dihubungkan dengan pihak ketiga. “Dari transfer teknologi ini, tiap tahun kita dapat US$500 ribu dari hasil paten yang telah digunakan untuk bisnis dan industri,” ungkapnya.

Sebuah lembaga perguruan tinggi membutuhkan lembaga khusus yang melakukan komersiliasi hasil temuan riset untuk ditawarkan ke pihak industri dan bisnis. Karena itulah, peneliti perlu mengubah pola pikir yang berorientasi bisnis, tidak sekedar ilmiah.

Lembaga yang mengurusi transfer teknologi ini bertugas mengelola hasil kekayaan intelektual untuk kepentingan bisnis dan industri. Perlindungan terhadap kekayaan intelektual ini terdiri dari pengurusan paten, perlindungan varietas, merek dagang, dan hak cipta.

Dengan komersialisasi hasil riset kepada masyarakat, keberadaan  perguruan tinggi di tengah justru lebih dirasakan oleh masyarakat. “Beberapa universitas di Indonesia saat ini tengah memulai menuju ke arah itu,” katanya

Direktorat Paten Dirjen Hak Kekayaan Intelektual Robinson Sinaga menambahkan, agar hasil riset perguruan tinggi bisa mendapatkan paten sekaligus dikomersialisasikan, perlu adanya syarat kebaruan dari sebuah inovasi.

Namun, ada beberapa ketentuan invensi yang tidak dapat diberi paten. Antara lain, proses atau produk yang pengumuman dan penggunaan atau pelaksanaannya bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, moralitas agama, ketertiban umum, dan kesusilaan. Selain itu, proses biologis yang esensial untuk memproduksi tanaman atau hewan, kecuali proses non-biologis atau proses mikrobiologis.

“Yang perlu diingat dalam prosedur pemberian paten yang dinilai deskripsi tertulis invensi bukan perwujudan aktualnya,” katanya.