Tas tertua di dunia ditemukan di Jerman dengan pujian pada si pemilik yang dianggap memiliki cita rasa tinggi pada Zaman Batu. Hiasan yang ditemukan pada tas tersebut bukan manik-manik atau batu berwarna. Melainkan gigi anjing.
Mesin penggali di sebuah situs dekat Leipzig menemukan lebih dari ratusan gigi anjing tersusun secara berdekatan dalam sebuah kuburan yang tertanggal antara 2500 hingga 2200 Sebelum Masehi. Gigi anjing ini ditemukan dalam penggalian situs profen, yang menurut rencana akan dijadikan tambang batu bara pada tahun 2015 mendatang.
Memang para arkeolog tidak menemukan tas ini dalam kondisi utuh karena sudah terkubur selama ribuan tahun. Akan tetapi gigi anjing yang diduga sebagai hiasan pada tas tersebut masih tersisa dan tersusun dengan rapi. Arkeolog Susanne Friederich mengungkapkan bahwa gigi anjing tersebut merupakan hiasan untuk tutup luar dari tas.
"Selama bertahun-tahun kulit atau kainnya telah hilang yang tertinggal hanyalah gigi. Dan kesemuanya tersusun ke arah yang sama, sehingga terlihat seperti tutup tas yang modern," kata Friederich, dari The Sachsen-Anhalt State Archaeology and Preservation Office.
Sejauh ini proyek penggalian yang sama telah menemukan berbagai bukti adanya pemukiman ketika Zaman Batu dan Zaman Perunggu. Bukti-bukti yang ditemukan antara lain lebih dari 300 kuburan, ratusan peralatan dari batu, tombak, keramik, dan kalung. Bahkan ditemukan makam seorang wanita yang dikuburkan dengan setengah kilogram emas pada tahun 50 Sebelum Masehi.
Di antara semua temuan itu, menurut Friederich, penemuan dompet atau tas ini merupakan sesuatu yang istimewa. Karena baru pertama kali ditemukan model tas seperti ini. "Ini pertama kalinya kami dapat menunjukkan bukti langsung tas yang model seperti ini," kata dia.
Hiasan yang berasal dari gigi anjing dan serigala nampaknya sudah umum pada Zaman Batu. Hal ini terbukti dari hasil penggalian kerap kali ditemukan gigi anjing dan serigala pada hiasan rambut dan kalung, baik untuk laki-laki dan perempuan. "Sepertinya sudah sangat modis pada waktu itu," kata Harald Staueble, arkeolog senior di Kantor Arkeologi Saxon, Jerman.