Bencana Fukushima 2011 Diakibatkan Ulah Manusia

By , Kamis, 5 Juli 2012 | 23:34 WIB

Bencana dahsyat yang terjadi di fasilitas pembangkit listrik tenaga nuklir Fukushima Daiichi pada Maret tahun 2011 lalu merupakan bencana nuklir terburuk setelah bencana Chernobyl, tahun 1986 silam.

Namun, dari penyelidikan lebih lanjut, disimpulkan bahwa kejadian fatal itu lebih merupakan bencana akibat ulah manusia, bukan semata-mata akibat gelombang tsunami yang menghantam fasilitas tersebut.“Bencana TEPCO Fukushima Nuclear Power Plant merupakan akibat dari perseteruan antara pemerintah, regulator, dan TEPCO sebagai operator, serta buruknya pengelolaan oleh pihak-pihak di atas,” sebut Fukushima Nuclear Accident Independent Investigation Comission, sebuah badan khusus parlemen Jepang yang dibentuk untuk menyelidiki malapetaka itu, dalam laporannya.Pihak-pihak itu, menurut tim peneliti, terbukti telah melanggar hak-hak warga negara untuk terlindungi dari bencana nuklir. “Kami memutuskan bahwa kecelakaan itu jelas-jelas merupakan akibat perbuatan manusia,” sebut tim peneliti.

Ditambahkan lagi, “Kami sangat yakin bahwa akar penyebabnya adalah sistem organisasional dan peraturan yang menggunakan pertimbangan keliru dalam memutuskan serta mengambil tindakan. Juga bukan akibat kurang kompetensinya individu tertentu,” sebut peneliti.

Sebelumnya, Tokyo Electric Power (TEPCO) berdalih bahwa skala gempa dan tsunami yang menghantam sangat jauh dari perkiraan dan tidak mungkin bisa diprediksi sebelumnya. Namun, sekelompok ilmuwan dan jurnalis independen yang juga melakukan penelitian, Februari lalu menyebutkan bahwa TEPCO seharusnya bisa melakukan lebih banyak dalam mengatasi bencana tersebut.

Peneliti independen itu mengungkapkan, jika TEPCO melakukan prosedur yang mereka miliki, yakni mengevakuasi para staf dari fasilitas pembangkit yang mengalami gangguan, maka dampak bencana akan jauh lebih buruk dan tak akan terkontrol.

“Adapun sebagai penyebab utama kecelakaan tersebut, komisi telah mencapai kesimpulan bahwa kita tidak bisa menyatakan bahwa seluruh perangkat pengamanan tidak rusak akibat gempa,” lapor komisi tersebut. “Kami juga tidak bisa mengabaikan kemungkinan bahwa telah terjadi Loss of Coolant Accident (LOCA), khususnya di reaktor 1,” sebut komisi itu.

Sejauh ini, meski kalangan ilmuwan dan aktivis mempertanyakan pernyataan bahwa sistem pendinginan telah rusak akibat terendam air, TEPCO dan pemerintah tetap enggan mengungkapkan apakah reaktor tersebut memang mengalami kerusakan akibat gempa.

Jepang, negara yang sangat rutin mengalami gempa tektonik, memiliki serangkaian reaktor nuklir yang sebelum bencana Fukushima terjadi, memasok sekitar sepertiga dari kebutuhan listrik negeri itu.