Simposium 12th Science Council of Asia Conference digelar Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) bekerja sama dengan Science Council of Asia, di IPB International Convention Center Bogor, Jawa Barat, pada Rabu (11/7) ini.
Simposium tersebut membicarakan tentang konsep “pro growth, pro jobs, pro poor, and pro environmet” yang tidak bisa lagi dipertahankan atas dasar pertimbangan ekonomi semata. Melainkan juga harus memperhitungkan kontribusi lingkungan.
Kepala LIPI Lukman Hakim mengatakan, bagi negara Asia, persoalannya adalah menghadapi tantangan yang kompleks dalam pelestarian dan perlindungan lingkungan. Sementara pada saat yang sama, negara-negara itu harus menjaga pertumbuhan ekonominya.
Ia menekankan, praktik dan konsep ekonomi harus mengakomodasi dua kepentingan antara manusia dan lingkungan. "Dalam konteks inilah ilmu pengetahuan dan teknologi bisa memainkan peran penting, dan menemukan solusi terbaik dengan membentuk koalisi bersama-sama mewujudkan green economy," ungkap Lukman di hadapan sekitar 170 ilmuwan delegasi dari 12 negara Asia yakni Indonesia, Malaysia, Jepang, Myanmar, Vietnam, Kamboja, Thailand, Filipina.
Ulasan mengenai aspek keuangan merupakan bagian tak terpisahkan bagi green economy. Untuk mendukung prakteknya, maka penting menciptakan mekanisme keuangan yang inovatif.
Sedangkan di bidang ketahanan pangan, dikatakan bahwa masyarakat perlu menemukan cara inovatif untuk mengamankan sumber daya dalam membangun ketahanan dan keamanan pangan dengan menaruh perhatian tinggi pada praktik pertanian berkelanjutan.
"Komunitas ilmu pengetahuan perlu meningkatkan kontribusi dalam ilmu yang memanfaatkan green technology," ucap Lukman lagi.
Ketersediaan pangan dunia juga harus didukung oleh manajemen rantai pasokan makanan yang efisien dan ekonomis. Itu bukanlah tugas yang mudah karena risiko terkait bencana alam, gejolak sosial dan politik serta pasar yang mudah menguap. Dalam hal ini, merancang sistem pasokan pangan yang tangguh dibutuhkan untuk menjamin akses makanan.
Untuk green technology yang berkaitan dengan energi dan praktik pertanian berkelanjutan, penggunaan sumber daya terbarukan menempati prioritas tertinggi untuk menggantikan sumber daya tak terbarukan. Sumber daya terakhir disebut, sayangnya, hingga saat ini masih banyak digunakan.
Data dari Badan PBB untuk Program Lingkungan (UNEP) menunjukkan beberapa negara di dunia sudah menerapkan green economy sebagai bagian dari kebijakannya. Seperti Barbados dengan National Strategic Plan 2006-2025, Sao Paulo di Brasil dengan green economy plan, bahkan Kamboja juga sudah memiliki green economy roadmap di tahun 2009.
China, negara dengan kekuatan ekonomi kedua terbesar di dunia, melakukan investasi US$468 miliar di sektor "hijau"-nya. Sabah di Malaysia juga memiliki Development Corridor Plan 2008-25.