Dilema Jepang dalam Pembangunan Reaktor Nuklir

By , Rabu, 18 Juli 2012 | 14:30 WIB

Meski mengalami bencana nuklir dahysat di tahun 2011, Jepang mulai membangun lagi reaktor nuklirnya. Pembangunan Ohi nuclear plant di bagian barat Jepang ini memicu protes ribuan warga di Tokyo, Senin (16/7).

Gelombang pemrotes ini berawal sejak Maret 2012 lalu. Isi protes saat itu hanya berbentuk peringatan bencana gempa dan tsunami setahun sebelumnya yang akhirnya memicu kebocoran Fukushima Daiichi power plant. Jumlah pemrotes saat itu pun hanya beberapa ratus orang saja.

Namun, beberapa pekan belakang, jumlah pemrotes membengkak tajam. Seiring dengan rencana Perdana Menteri Yoshihiko Noda membangun ulang dua dari 54 reaktor nuklir Jepang.

Senin lalu menjadi puncaknya, sekitar puluhan ribu orang memadati Taman Yoyogi. Pemrotes membagi diri menjadi tiga grup dan melakukan long march di sepanjang Ibukota Jepang. "Sepanjang hidup saya yang 39 tahun, baru kali ini keras menyampaikan pendapat," kata salah satu warga, Hitoshi Iwata.

"Tadinya saya berharap kasus Fukushima akan membuat masyarakat beralih dari tenaga nuklir. Tapi ketika yang terjadi malah sebaliknya, rasa kekecewaan sangat kuat dan saya merasa harus menyuarakan protes ini."

(Thinkstockphoto)

Namun di sisi lain, Jepang juga tidak memiliki sumber daya fosil yang bisa menunjang kebutuhan mereka. Negeri Matahari Terbit sudah bergantung pada nuklir sebagai sumber daya utama ketika terjadi kenaikan harga minyak di tahun 1970-an.

Kepercayaan terhadap nuklir sempat rontok saat tragedi Fukushima terjadi.

Memicu impor minyak besar-besaran dan membuat Pemerintah Jepang mempromosikan sumber daya terbarukan. Tapi PM Noda berkesimpulan, Jepang tak sanggup melewati musim panas ini tanpa asupan eneri dari nuklir. Inilah yang memicu dilema bagi masyarakat Jepang.

Menurut perkiraan pemerintah setempat, Kansai Electric, perusahaan penyedia listrik untuk wilayah kedua terpadat di Jepang, bisa mengalami krisis sebanyak 15 persen jika tak ada reaktor nuklir yang beroperasi. Kansai merupakan wilayah yang paling bergantung pada nuklir. Mengingat 50 persen energi wilayah ini dihasilkan oleh 11 reaktor nuklir.

Tak salah jika kemudian para pelaku bisnis di wilayah ini bernafas lega dengan keputusan PM Noda. Mulai 1 Juli lalu, pembangunan Ohi power plant di prefektur Fukui pun dimulai. Diperkirakan, reaktor berikutnya akan mulai dibangun di akhir Juli 2012.

Meski demikian, ketakutan masih melanda warga Kansai. Sebab, belum ada rencana keselamatan yang pasti jika kebocoran kembali terjadi. Warga juga takut jika pembangunan reaktor ini akan mencemari Danau Biwa --sumber air tawar terbesar wilayah itu.

"Saya sangat marah karena Noda tidak mengambil (keputusan) dari sudut pandang warga dan masyarakat lokal," kata Yukiko Kada, Gubernur Shiga, salah satu Prefektur di Kansai.