Bangunan Baru Perlu Pertimbangkan Ketersediaan RTH

By , Rabu, 18 Juli 2012 | 15:50 WIB
()

Bangunan baru yang mengambil alih fungsi lahan perlu mempertimbangkan keberadaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di kawasannya.

Hal ini dikemukakan oleh Sekretaris Komisi C DPRD Kota Yogyakarta, Suwarto, ketika menanggapi pertumbuhan bisnis baru di Yogyakarta, Rabu (18/7). Ia mengatakan, bangunan baru sangat berpotensi untuk merusak keseimbangan alam.

Pembangunan hotel misalnya, sangat penting untuk mengadakan RTH. Selama ini, penghijauan yang dilakukan hotel belum optimal. Padahal, hotel ber-AC sangat menganggu keberadaan lingkungan sekitarnya. “Berdasarkan pantauan, banyak hotel  di Yogyakarta yang tidak menyisakan lahan untuk penghijauan.Yang terjadi justru lahan dimaksimalkan untuk bangunan,” ujar Suwarto.

Ia mengaku perlu ada pengawasan terhadap pembangunan hotel. Di Yogyakarta sendiri akan ada 12 hotel baru yang saat ini perlu diawasi ijinnya menyangkut ketersediaan RTH.

Kepala Bidang Pelayanan Dinas Perijinan Yogyakarta Golkari Made Yulianto menyatakan, pemerintah Kota Yogyakarta telah memiliki Peraturan Wali Kota (Perwal) Nomor 6 tahun 2010 tentang Penyediaan RTH Privat. “Tidak spesifik hotel saja, tapi untuk semua bangunan yang akan didirikan,” jelasnya.

Dalam peraturan tersebut dijelaskan, bangunan perlu ditanami satu pohon perindang, tanaman perdu, semak serta penutup tanah atau rumput dengan jumlah yang cukup.

Sudut lanskap kawasan Jakarta Pusat memperlihatkan terjepitnya Ruang Terbuka Hijau (RTH) di antara betonisasi metropolitan (30/5). Di tahun 2012, Pemerintah Kota DKI Jakarta menargetkan menambah 20 hektar RTH atau sekitar 0,03 persen dari 9,8 persen yang telah dimiliki kota. Ketetapan pemerintah pusat menyatakan luas RTH ideal tiap kota sebesar 20 persen dari luas wilayah. (Hafidz Novalsyah/NGI)

Ia melanjutkan, terkait pendirian bangunan baru seperti hotel, memang perlu diawasi oleh pemerintah. Jika tidak mengindahkan, maka pihak yang belum menyediakan RTH sesuai Perwal diberi surat peringatan sebanyak tiga kali.

Untuk meningkatkan ketersediaan RTH, Badan Lingkungan Hidup (BLH) Yogyakarta mulai melakukan penghijauan berbasis masyarakat di 45 kelurahan se-Yogyakarta. Penghijauan dilakukan agar RTH privat, yang dimiliki badan usaha/orang, seperti rumah, perkantoran, tidak dialihfungsikan menjadi ruang publik.

Agus Tri Haryono selaku Kepala Bidang Keindahan BLH Yogyakarta mengatakan, ketersediaan RTH publik di Yogyakarta minim. Sesuai Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) nomor 1 tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Perkotaan, di perkotaan luasan, RTH publik minimal 20 persen dari luasan wilayah.

Sedangkan RTH privat harus ada minimal 10 persen dari total luasan wilayah.” Di Yogyakarta, ketersediaan RTH publik baru 17,7 persen. Sementara RTH privat sudah melebihi ketentuan yakni 14,4 persen dari wilayah," tambahnya.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Yogyakarta Suparlan menambahkan,  RTH harus dilakukan dengan tiga konsep zonasi: zona green spot, green belt, dan green area. Green spot adalah penghijauan pada kawasan seperti perkantoran maupun fasilitas umum. Green area merupakan RTH di lahan publik, sementara green belt merupakan penghijauan pada kawasan jalan protokol.