Macan Tutul Salju jadi Calon Korban Perubahan Iklim

By , Senin, 23 Juli 2012 | 12:45 WIB

Sekelompok ilmuwan World Wildlife Fund melakukan penelitian terhadap habitat macan tutul salju di kawasan pegunungan Himalaya. Hasilnya, seperti dituangkan dalam laporan yang dipublikasikan di jurnal Biological Conservation, perubahan iklim meningkatkan ancaman terhadap kelangsungan hidup spesies hewan tersebut.

Dalam studinya, peneliti menggunakan pemodelan komputer dan penelitian lapangan di kawasan dataran tinggi. Mereka kemudian membuat pemodelan dampak berbagai skenario pemanasan global di kawasan Himalaya di mana macan tutul salju tinggal.

Ternyata, pemanasan di kawasan tinggi di Himalaya terjadi dengan kecepatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan angka rata-rata pemanasan global. Dari penelitian itu juga terungkap, bahwa emisi gas rumah kaca saat ini terus meningkat secara stabil.

Jika kondisinya terus berlangsung, 30 persen habitat macan tutul salju di kawasan Himalaya akan musnah karena pepohonan terus bergeser ke kawasan yang lebih sejuk.

Macan tutul salju (Panthera uncia), merupakan spesies terancam punah yang populasinya diperkirakan hanya tersisa sekitar 4.000 sampai 6.500 ekor saja. Mereka tersebar di kawasan pegunungan di Asia utara dan Asia tengah, termasuk sebagian kawasan pegunungan Himalaya.

Di Himalaya, macan tutul salju hidup di dataran tinggi Alpen, di atas garis pepohonan, umumnya di bawah ketinggian lima ribu meter dari permukaan laut. Kawasan di mana mereka bisa diam-diam melacak santapan mereka.

Menurut studi, kondisi yang lebih hangat dan basah di Himalaya kemungkinan akan menyebabkan hutan akan bergeser naik ke kawasan Alpen, habitat favorit macan tutul salju. “Macan tutul salju jarang menjelajah ke kawasan hutan dan ada batasan ketinggian maksimal yang bisa dicapai oleh hewan ini,” kata Jessica Forrest, salah satu ilmuwan WWF yang melakukan penelitian.

“Jika garis pepohonan bergerak naik seperti yang kami prediksikan, macan tutul salju tidak lagi punya pilihan di mana mereka bisa hidup,” ucapnya.

Menurut Rinjan Shrestha, pakar macan tutul salju WWF, hilangnya habitat Alpen bukan hanya berarti berkurangnya ruang yang tersisa bagi macan tutul salju. Tetapi itu juga berpotensi membuat hewan ini bergerak semakin dekat ke kawasan aktivitas manusia, misalnya daerah penggembalaan ternak.

“Saat penggembalaan semakin meluas sementara mangsa alami macan tutul salju berkurang, mereka akan mulai menyantap ternak dan akan membuat para pemilik ternak mulai membunuhi hewan tersebut,” ucap Shrestha.

Untungnya, peneliti juga berhasil menemukan kawasan yang kemungkinan mampu bertahan lebih baik dalam menghadapi efek perubahan iklim dan bisa menyediakan habitat cadangan bagi macan tutul salju di masa depan. Namun, banyak dari kawasan tersebut melintasi batas negara-negara. Kondisi tersebut membuat kebutuhan atas kerjasama antar negara dalam melindungi spesies langka ini menjadi sangat penting.