Kondisi iklim yang berubah sekitar 4.000 hingga 10.000 tahun lalu berkontribusi pada menurunnya jumlah lemur golden-crowned sifaka (Propithecus tattersalli) di Madagaskar. Padahal, lemur penghuni hutan ini merupakan salah satu jenis lemur terlangka.
Demikian hasil pemaparan sekelompok peneliti asal Prancis dalam jurnal Proceedings of the Natural Academy of Sciences. Kesimpulan ini mereka tarik setelah merekonstruksi ulang sejarah distribusi lemur tersebut menggunakan analisa penginderaan jauh dan model populasi genetik di wilayah Daraina.
Mereka menemukan bahwa habitat lemur ini mengalami penciutan sepanjang musim kering yang disebabkan oleh perubahan iklim. Selain itu, ada indikasi jika spesies ini mengalami penurunan tajam sejak kedatangan manusia pada 1.500-2.000 tahun lalu.
Manusia, dengan pengetahuannya terhadap penggunaan api, juga bertanggung jawab terhadap perubahan vegetasi tumbuhan di sepanjang Pulau Madagaskar. "Masa kekeringan holosen sebelum adanya manusia, menuntun pada peningkatan padang rumput dan penurunan habitat spesies ini," papar peneliti dalam tulisannya.
Kesimpulan utama dalam penelitian ini adalah, perubahan iklim memang memicu penurunan habitat golden-crowned sifaka di hutan. Tapi secara keseluruhan, manusia-lah yang bertanggung jawab atas kehilangan tutupan hutan dan beberapa bagian lain di Madagaskar.
Contoh nyata perbuatan manusia bisa terlihat dalam data satelit dan foto dari udara. Dalam 50 tahun terakhir, terlihat perubahan besar area di pulau akibat konversi alam menjadi lahan pertanian dan ladang peternakan. "Tak diragukan lagi, sejak kedatangan mereka ke pulau, manusia memegang peranan penting membawa beberapa spesies Madagaskar menuju kepunahan," tambah Lounès Chikhi, peneliti yang juga terlibat dalam penulisan jurnal ini dari Université Paul Sabatier.