Sekelompok pemburu membunuh paling tidak 30 gajah di barat daya Chad, Afrika, Selasa (24/7) lalu. Dari pemaparan Stephanie Vergniault, Presiden dari organisasi non pemerintah, SOS Elephants, para pemburu ini bersenjata dan mengejar kawanan gajah dengan cara berkuda.
Pagi harinya, SOS Elephants menemukan 28 gajah dengan bagian tubuh yang tidak lagi lengkap. Kebanyakan dari gajah ini tidak lagi memiliki gading. Penghitungan jumlah tepat gajah yang mati gagal dilakukan karena para aktivis terancam oleh kehadiran para pemburu yang bersembunyi di seberang Sungai Chari.
Irosnisnya, pembantaian ini bertepatan dengan Konvensi Perdagangan Internasional Spesies Flora dan Fauna Terancam Punah (CITES) di Jenewa, Swiss. Sekitar 350 partisipan yang hadir dalam acara ingin mengentaskan penyelundupan dan pembunuhan gajah demi gading.
Pembantaian di Chad ini berusaha dihentikan SOS Elephant dengan menghubungi pihak berwenang. Sempat juga dikirim tentara untuk melacak keberadaan para pemburu ini. Meski tidak mendapat hasil, tim SOS Elephant berhasil menyelamatkan seekor bayi gajah.
Induk gajah jantan ini diperkirakan ikut tewas dalam serangan tersebut. Bayi gajah ini kemudian dibawa ke camp milik SOS Elephant dan diberi nama Toto.
Vergniault menduga pembantaian dilakukan oleh warga Chad yang masuk bagian mafia gading. Keberadaan mereka sulit diberangus karena disokong pejabat berwenang.
Menurut data dari International Fund for Animal Welfare, populasi gajah di Chad menurun drastis dari 4.000 individual di tahun 2006, menjadi 2.500 di tahun 2010. Di Taman Nasional Zakouma, jumlah ini menciut lebih banyak. Dengan 3.000 gajah di tahun 2006, menjadi hanya 940 di tahun 2008, dan saat ini hanya berjumlah 450 individual.
"Jika pemburuan terus berlangsung seperti ini, dalam waktu tiga tahun, tidak akan ada satu pun gajah tersisa di Chad," kata Vergniault.