Peraih Medali Perak, Pemenang Paling Muram

By , Selasa, 7 Agustus 2012 | 14:09 WIB

Lifter putra Indonesia Eko Yuli Irawan menangis haru saat bendera Indonesia berkibar di Olimpiade 2012. Pria yang dikenal ramah itu berhasil mempersembahkan medali perunggu untuk Merah Putih di cabang angkat besi kelas 62 kilogram di ExCel Center, London, Senin (30/7).

Itu menjadi medali perunggu Olimpiade kedua buat Eko. Sebelumnya, empat tahun lalu di Olimpiade Beijing 2008, Eko yang kelahiran Lampung juga meraih perunggu di kelas 56 kilogram.

Meski hanya meraih tempat ketiga, reaksi suka cita Eko pernah diteliti oleh pakar psikologi yang jurnalnya dikeluarkan selepas Olimpiade 1992 di Barcelona, Spanyol. Menurut penelitian, peraih medali perunggu dan emas merupakan pemenang paling bahagia. Sebaliknya, peraih medali perak merupakan pemenang yang paling muram.

Kesimpulan ini didapat tiga peneliti Victoria Medvec, Scott Madey, dan Thomas Gilovich setelah mengevaluasi foto atlet yang berdiri di atas podium. Ditambah dengan mempelajari wawancara setelah pertandingan berakhir. "Peraih medali perak menyiksa diri sendiri dengan perkatan.'Ah, andai saja...', atau dengan 'Kenapa saya tadi tidak...,'" demikian tulis peneliti dalam jurnal yang diterbitkan 20 tahun lalu itu.

"Sebaliknya, peraih medali perunggu, merasa tenang dengan pikiran,'setidaknya saya menang.'"

Teori ketiga pakar ini terlihat dari reaksi Eko atau perenang Amerika Serikat Brendan Hansen ketika meraih medali perunggu di nomor 100 meter gaya dada di Aquatics Center, Minggu (29/7). "Ini adalah medali perunggu paling bersinar yang pernah Anda lihat," kata Brendan yang kalah cepat dari Cameron van der Burgh dari Afrika Selatan sebagai peraih medali emas.

Reaksi sebaliknya ditunjukkan pesenam Rusia Viktoria Komova yang menangis tanpa henti ketika hanya meraih medali perak. Komova kalah dari pesenam AS Gabrielle Douglas. Pesenam terakhir disebut tampak sumringah di puncak podium, lengkap dengan lambaian tangan dan medali emas di dada.

Dalam kasus Eko, meraih medali perunggu dalam dua Olimpiade sangat memuaskan karena terjadi di dua kelas berbeda. Di Beijing ia meraihnya di kelas 56 kilogram. Di London, Eko naik kelas ke 62 kilogram. Selain itu, perunggu di London diraihnya dengan masih menyisakan cedera retak tulang kaki. Sedangkan Hansen sangat gembira mengingat empat tahun lalu berada di peringkat empat. Hanya nyaris naik podium.

"Kadang dalam olahraga beregu, penjelasannya sangat mudah: peraih medali emas dan perak diputuskan dalam laga final, membuat si peraih perak pulang dengan kenangan kekalahan," lanjut keterangan penelitian itu "Sedangkan peraih perunggu bertanding di laga yang berbeda dan pulang dengan kenangan kegemilangan."