Dewi Nugroho, Pencipta Seni Sulam Acak Pertama di Indonesia

By , Kamis, 9 Agustus 2012 | 14:21 WIB

Meski duduk di kursi roda, Dewi Nugroho masih terlihat sangat antusias ketika menceritakan seni sulam acak yang diciptakannya. Kendati tangannya sudah tak lagi bisa menyulam, wanita kelahiran Yogyakarta 12 Mei 1931 ini berjanji ingin terus melestarikan seni sulam acak di Indonesia.

Ditemui di rumahnya di Jl. Dr. Sutomo 13A, Daerah Istimewa Yogyakarta, yang saat ini diabadikan menjadi museum sulaman, Dewi mengaku memulai seni ini sejak tahun 1990-an. Awalnya menyulam adalah sekedar kegiatan untuk mengisi kegiatannya di kala menunggu suaminya yang sedang sakit.

Ternyata seni sulam acak berhasil mendapat perhatian dari berbagai kalangan. Termasuk dari Museum Rekor Indonesia (MURI) yang memberinya penghargaan sebagai Pemrakarsa Museum Sulaman Pertama di Indonesia tahun 2001. Sejak saat itulah, Dewi semakin senang menyulam hingga koleksinya mencapai 1000-an.

Ketika ditanya apakah seni sulam acak ini, Dewi pun mengaku tidak pernah tahu asal muasal namanya. Ia hanya menggunakan teknik sulam acak-acakkan, tanpa pola, dan tidak teratur. Meski acak-acakkan, sulam acak Dewi membentuk gambar sesuai skesa dengan gradasi warna yang bagus dan tidak tumpang tindih.

“Sebelum menyulam saya selalu mengambar pola dalam bentuk sketsa. Setelah itu saya asal menyulam dan sulaman itu bisa membentuk sketsa seperti yang diinginkan. Sulam ini juga mengalir begitu saja tanpa saya pelajari dari siapapun," papar Dewi.

Dewi melanjutkan, menyulam dengan teknik acak ini membutuhkan waktu sekitar 6-7 bulan untuk satu model. Bahkan, ia juga pernah mencapai waktu 3,5 tahun untuk menciptakan sulam acak bergambar peristiwa Yesus disalib dengan ukuran 4m x 90m. Berkat sulam acak terbesar inilah, ia berhasil mendapat rekor Muri.

Hasil sulaman Dewi terlihat halus dan tampak nyata. Dari bentuk mata, sorot mata, warna rambut, garis wajah, dan lainnya, semua mirip seperti tokoh aslinya. Hal ini bisa tercipta karena Dewi sangat memperhatikan pemilihan warna benang yang bisa menimbulkan kesan hidup.

Tak heran bila seorang turis Amerika Serikat menawar ratusan juta rupiah untuk membeli koleksi sulam terbesarnya. Namun, Dewi menolak karena koleksi sulamnya akan terus diabadikan dalam museumnya.

Ketika mendatangi museum sulaman ini terlihat bahwa Dewi banyak menyulam gambar pahlawan nasional dan tokoh-tokoh terkenal dunia. Soekarno, Soeharto, Sri Sultan Hamengku Buwono IX,  Bunda Teresa, tercetak sebagai beberapa karyanya.

“Saya suka menyulam pahlawan dan tokoh-tokoh penting dunia karena agar diingat oleh generasi penerus ketika mengunjungi museum ini,” tambah Dewi.

Sejak tahun 2004 lalu, Dewi sudah tidak lagi menghasilkan karya sulam acak ini. Tangannya tidak lagi mampu untuk memasukkan benang ke jarumnya. Kendati demikian, Dewi masih semangat untuk menularkan ilmunya kepada pengunjung yang datang. Dengan gerai khusus di rumahnya yang memberikan pelatihan menyulam dan membatik, Dewi sabar untuk mengajari mereka yang datang.

Salah satu pengunjung dari Jakarta, Sinta, mengaku terkesima dengan hasil seni sulam acak Dewi Nugroho. Hasil sulamannya terlihat nyata seperti gambar aslinya. Gradasi warnanya pun tampak halus dan harmonis.

“Museum sulaman ini menambah kekayaan budaya Indonesia. Hal ini menjadi bukti bahwa orang Indonesia mampu menciptakan karya seni yang luar biasa yang bisa dinikmati oleh semua orang,” ungkapnya.