Hutan hujan tropis merupakan pertahanan terbesar yang dimiliki planet Bumi terhadap pemanasan global. Hutan seperti ini mampu menyerap karbon 50 persen lebih banyak dibandingkan dengan hutan tipe lain. Sayangnya, justru hutan hujan tropis musnah dengan kecepatan 11 juta hektar per tahunnya.
Untuk itu, Yeon-Su Kim, pakar ekonomi ekologi dari Northern Arizona University (NAU) coba meneliti bagaimana insentif ekonomi memperlambat penghancuran ekosistem penyimpan karbon penting ini dan menurunkan jumlah gas rumah kaca yang dilepaskan ke atmosfer.
“Kita punya cara menolong komunitas warga hutan hujan sekaligus memperlambat proses pemanasan global,” ucap Kim.
Tahun ini ia menggelar kerjasama antara NAU dan Universitas Mataram, Nusa Tenggara Barat, untuk melakukan penelitian perubahan iklim. Termasuk menggelar program seperti sosialisasi menjaga kelestarian hutan, keanekaragaman hayati, dan ecotourism pada penduduk.
Kim dan timnya mempelajari keberhasilan warga sekitar hutan di mana mereka bisa mengambil manfaat dari adanya hutan hujan. Misalnya dengan mengumpulkan pisang, kakao, biji kopi, dan produk-produk lain yang tumbuh secara alami tanpa perlu menebang dan membakar hutan.
Kim juga mengambil contoh, Pulau Lombok yang sangat populer. Tidak hanya dia dikenal sebagai pulau yang memiliki pantai tropis yang indah, tetapi di dunia internasional Lombok juga dikenal karena memiliki konsep komunitas hutan di mana para penjaganya dibayar untuk mengawasi pengairan yang menuju kota di bawahnya.
“Di sana, warga membayar untuk biaya air,” kata Kim. “Uangnya diberikan pada orang-orang yang tinggal di kawasan hutan yang mengelola dan menjaga aliran air,” ucapnya.
Indonesia merupakan negara dengan hutan tropis terbesar ketiga di dunia dan memiliki separuh lahan gambut tropis di dunia. Lahan gambut yang basah, tebal, dan dalam ini telah terakumulasi selama ribuan tahun dan mengikat banyak karbon.
“Bersama dengan rusaknya lahan gambut di Indonesia, banyak sekali karbon yang dilepaskan ke udara,” kata Kim. Hal ini, tambahnya, berkontribusi terhadap total gas rumah kaca yang dihasilkan.
Kini Indonesia menjadi negara produsen gas rumah kaca terbesar ketiga di dunia setelah Amerika Serikat dan China. Bedanya, di negara-negara tersebut, gas rumah kaca erat kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi dan polusi dari industri serta kendaraan.