Tim internasional yang terdiri dari gabungan peneliti Indonesia, Kanada, dan Australia, berhasil menemukan tikus unik di pedalaman Gunung Latimojong and Gunung Gandang Dewata, Sulawesi. Paucidentomys vermidax, nama tikus tersebut, hanya memiliki dua gigi kecil di bagian depan mulutnya.
Kurangnya gigi membuat tikus ini tidak bisa mengigit mangsanya. Namun, hanya bisa menempelkan hidung panjangnya ke tanah dan menyedot cacing tanah dari sarangnya.
Dikatakan Kevin Rowe sebagai pakar mamalia di Museum Victoria, Australia, "Ada lebih dari 2.200 spesies hewan pengerat di dunia. Sebelum penemuan (Paucidentomys vermidax) ini, semua hewan itu memiliki geraham di bagian belakang mulut dan gigi seri di bagian depan."
Menurut Anang Achmadi, kurator mamalia di Museum Zoologi Indonesia, gigi seri adalah karakteristik unik dari hewan pengerat. "Gigi seri memberi mereka kemampuan untuk menggerogoti," kata Anang.
Uniknya tikus ini membuat para peneliti memberi kehormatan dengan menciptakan genus baru untuknya: Paucidentomys, yang artinya 'tikus bergigi sedikit.' Sedangkan nama spesiesnya, vermidax, berarti 'pelahap cacing.'
Menurut hasil penelitian yang tertuang dalam Biology Letters, tikus ini disebut kehilangan gigi serinya. Padahal dalam morfologi tikus lain, gigi tersebut tumbuh terus menerus. Akibatnya, Paucidentomys vermidax harus mencari sumber makanan lain yang belum pernah terpikirkan sebelumnya. Seperti cacing tanah atau mangsa apa pun yang memiliki jaringan lunak.
Lembeknya tubuh mangsa membuat mulut lepas dari kewajiban mengunyah. Dengan demikian, bagian mulut juga bebas berevolusi berdasarkan tekanan dari akusisi makanan.