Ikan dan produk-produk perikanan merupakan sumber protein penting, khususnya bagi penduduk di negara berkembang. Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) mencatat di tahun 2008, ikan dikonsumsi oleh tiga miliar orang.
Jumlah konsumsi tersebut memenuhi 15 persen dari rata-rata kebutuhan protein mereka. Sayangnya untuk pemenuhan kebutuhan akan ikan, dilakukan beberapa cara tidak lestari.
Salah satunya bottom-trawling. Metode penangkapan ikan berupa jaring pukat yang ditempatkan di sepanjang dasar laut (bottom). Tujuannya untuk menangkap ikan yang mencari makan di dasar atau tengah perairan. Tapi cara ini juga turut merusak koral yang ada di dasar laut.
Selama ini perbaikan koral selalu dilakukan secara manual oleh penyelam. Kekurangan metode perbaikan ini adalah terbatasnya waktu si penyelam. Sebagai manusia, penyelam juga punya keterbatasan kedalaman laut yang bisa dijelajahi.
Atas hal ini, Lea-Anne Henry dari School of Life Sciences, Heriot Watt University, Skotlandia, menyarankan pengembangan kawanan robot yang bisa memperbaiki koral. Robot-robot ini berukuran kecil, dikendalikan secara otomatis, dan yang paling penting: tak punya kekurangan seperti manusia.
"Kawanan robot bisa langsung diturunkan selepas badai atau ke daerah yang terdampak oleh trawling dan belum diketahui," kata Ann Henry, Kamis (6/9). Robot ini, tambah Ann-Henry, bisa memperbaiki karang dalam hitungan hari atau minggu. Dibanding kita yang harus menunggu perbaikan yang memakan waktu tahunan atau ratusan tahunan.
Kawanan robot yang disebut "coralbots" akan bekerja layaknya sekumpulan serangga pekerja. Agar bisa mengenali antara koral rusak dengan puing lain di bawah laut, akan diaplikasikan semacam micro-rules. Kawanan robot ini selanjutnya akan bekerja sama mengumpulkan pecahan koral dan menempatkannya kembali ke karang. Sayangnya, tidak disebutkan kapan tepatnya pengembangan robot ini akan berjalan.